Keanekaragaman Morfologi Jamur, Lichen dan Lumut di Taman Hutan Raya Cangar

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dengan penuh rasa syukur, akhirnya laporan singkat Kuliah Kerja Lapangan mengenai studi keanekaragaman lumut, lichen, dan fungi di TAHURA R. Soerjo ini telah diselesaikan.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen pengampu mata kuliah Tumbuhan Tidak Berpembuluh, Bapak Drs. Sulisetijono, M.Si. dan Ibu Ainun Nikmati Laily, M.Si, yang telah mendampingi kami selama KKL beserta asisten praktikum, teman-teman sekelompok khususnya dan seluruh anggota Jurusan Biologi UIN Maliki Malang tahun angkatan 2013, serta seluruh pihak yang telah membantu proses penulisan laporan ini.
Laporan ini berisi sedikit keterangan morfologis dan anatomis dari spesies lumut, lichen, dan fungi yang telah ditemukan di TAHURA R. Soerjo. Tim penulis sadar, bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, banyak informasi yang mungkin belum tersampaikan kepada pembaca, dan banyak kesalahan dari segi redaksional kata. Oleh karena itu, kami selaku tim penulis membuka kesempatan yang sebesar-besarnya bagi pembaca untuk memberikan kritik, saran, serta opini yang konstruktif demi kebaikan laporan ini. Besar harapan tim penulis agar laporan kami yang sederhana ini dapat memberikan manfaat positif bagi seluruh pihak yang membaca.

Malang, 14 November 2014



DAFTAR ISI

Cover...........................................................................................................................................i




BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara beriklim tropis dengan hutan hujan tropis yang melimpah. Dengan iklim yang demikian, jenis vegetasi yang ada di Indonesia juga melimpah, mulai dari tumbuhan tingkat rendah seperti lumut hingga tumbuhan tingkat tinggi seperti jati dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Indonesia juga menempati urutan kedua Negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brazil.
Hutan hujan tropis menyimpan banyak sekali kekayaan alam. Salah satu hutan hujan tropis di Indonesia adalah Taman Hutan Rakyat (TAHURA) R. Soerjo Cangar. Taman Hutan Rakyat R. Soerjo ini terletak di Desa Sumberbrantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Seperti banyak taman hutan rakyat lainnya, TAHURA R. Soerjo juga memiliki keunikan, keindahan alam, vegetasi, satwa yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam di samping sebagai wahana penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Beberapa jenis vegetasi yang mudah sekali ditemukan di TAHURA R. Soerjo adalah lumut, lichen, dan fungi atau jamur. Hal ini didukung oleh iklim TAHURA R. Soerjo yang berupa hutan hujan tropis sehingga menjadi rumah bagi lumut, lichen, dan jamur. Kelimpahan vegetasi lumut, lichen,dan fungi di kawasan TAHURA R. Soerjo inilah yang menjadi alasan utama untuk melakukan Kuliah Kerja Lapangan mengenai kondisi aktual tingkat keanekaragaman ketiga tumbuhan tersebut. Kuliah Kerja Lapangan ini juga bertujuan sebagai sarana belajar dengan direct method atau metode langsung belajar dari apa yang disediakan oleh alam, mengenal ciri-ciri dan karakteristik dari lumut, lichen dan jamur.
Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memiliki bermacam-macam bentuk. Awam mengenal sebagian besar anggota Fungi sebagai jamur, kapang, khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah penampilan luar yang tampak, bukan spesiesnya sendiri. Kesulitan dalam mengenal fungi sedikit banyak disebabkan adanya pergiliran keturunan yang memiliki penampilan yang sama sekali berbeda
Lichen sebagai tumbuhan pioneer memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Jenis ini menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras dan kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan organisme lainnya. Saat ini Lichen telah banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat dan beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi,
Tumbuhan lumut merupakan sekumpulan tumbuhan kecil yang termasuk dalam divisio Bryophyta (dari bahasa Yunani bryum, "lumut"). Tumbuhan lumut sudah menunjukkan diferensiasi tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun belum memiliki akar dan daun sejati.
Lebih jelasnya tentang fungi (jamur), lichen (lumut kerak) dan bryophyte (lumut). kami melakukan penelitian tentang ketiganya tersebut di Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R.Soeryo Cangar Jawa Timur dan juga akan di amati beberapa spesies yang telah di temukan.

1.2 Rumusan Masalah

            Rumusan masalah dari kuliah kerja lapangan di taman hutan R. Soerjo cangar batu ialah bagaimana morfologi dan siklus hidup atau reproduksi jamur, Lichenes, dan lumut di Cangar, Batu-Malang?

1.3 Tujuan

            Tujuan dari kuliah kerja kerja lapangan di taman hutan R. Soerjo cangar batu ialah untuk mempelajari morfologi dan siklus hidup atau reproduksi jamur, Lichenes, dan lumut di Cangar, Batu-Malang.









BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Fungi (Jamur)

Fungi atau Cendawan adalah organisme Heterotrofik, mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan kedalam tanah, dan selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita bilamana mereka membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain (Campbell, 2000).
2.1.1 Anatomi Jamur
Jamur tidak memiliki klorofil, sel pada jamur ada yang uniseluler,ada pula yang mutiseluler. Dinding sel pada jamur terdiri dari kitin. Jamur multiseluler terbentuk dari rangkaian sel membentuk benang seperti kapas, yang disebu benang hifa. Hifa memiliki sekat-sekat yang melintang, tiap-tiap sekat memiliki satu sel, dengan satu atau beberapa inti sel. Namun adapula hifa yang tidak memiliki sekat melintang, yang mengandung banyak inti dan disebut senositik. Ada tidaknya sekat pada hifa ini dijadikan dasar dalam penggolongan jamur. Hifa ada yang berfungsi sebagai pembentuk alat reproduksi. Misalnya, hifa yang tumbuh menjulang ke atas menjadi sporangiofor yang artinya pembawa sporangium.sporangium artinya kotak spora. Didalam sporangium terisi spora. Ada pula hifa yang tumbuh menjadi konidiofor yang artinya pembawa konidia, yang dapat menghasilkan konidium (Saptasari, 2002). Kumpulan hifa membentuk jaringan benang yang dikenal sebagai miselium. Miselium inilah yang tumbuh menyebar diatas substrat dan berfungsi sebagai penyerap makanan dari lingkungannya (Saptasari, 2002).
2.1.2 Reproduksi Jamur
Jamur uniseluler berkembang biak dengan cara seksual dan dengan cara aseksual. Pada perkembangbiakannya yang secara seksual jamur membentuk tunas,sedangkan secara aseksual jamur membentuk spora askus (Pelczar, 1999)
Jamur multiseluler berkembangbiak dengan cara aseksual,yaitu dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),membentuk spora aseksual yaitu zoospora,endospora dan konidia. Sedangkan perkembangbiakan secara seksual melalui peleburan antara inti jantan dan inti betina sehingga terbentuk spora askus atau spora basidium (
Saptasari,2002). Zoospora atau spora kembara adalah spora yang dapat bergerak didalam air dengan menggunakan flagella. Jadi jamur penghasil zoospore biasanya hidup dilingkungan yang lembab atau berair (Pelczar 1999).
Endospora adalah spora yang dihasilkan oleh sel dan spora tetap tinggal didalam sel tersebut, hingga kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Spora askus atau askospora adalah spora yang dihasilkan melalui perkawinan jamur Ascomycota. Askospora terdapat didalam askus, biasanya berjumlah 8 spora. Spora dari perkawinan kelompok jamur Basidiomycota disebut basidiospora. Basidiospora terdapat didalam basidium,dan biasanya bejumlah empat spora (Saptasari, 2002). Konidia adalah spora yang dihasilkan dengan jalan membentuk sekat melintang pada ujung hifa atau dengan diferensiasi hingga terbentuk banyak konidia. Jika telah masak konidia paling ujung dapat melepskan diri (Saptasari, 2002).
2.1.3 Klasifikasi Jamur
Berdasarkan Cara reproduksi secara genratif, jamur dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deutromycotina (Schlegel, 1994):
1.      Zygomycotina
Jamur kelompok ini namanya Zygomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan zigot di dalam zigospora. Jmaur Zygomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa tidak bersekat, mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, reproduksi vegetative dengan membentuk spora, reproduksi generative dengan konjugasi yang menghasilkan zigospora.
Perkembangan secara seksual terjadi karena ada 2 macam hifa, yaitu hifa (+) dan hifa (-). Keduanya bias terdapat pada satu talus atau talus yang berbeda. Anggota kelas Zygomycotina antara lain : Rhizopusoryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus nigricans, Mucor mucedo, Mucor javanicans, dan Clamydomucor oryzae.
2.    Ascomycotina
Jamur kelompok ini di sebut Ascomycotania, karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan askospora. Jamur ini yang termasuk kelas Ascomycotania mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, uniseluler dan multiseluler, hifa bersekat, membentuk badan buah yang disebut askokrap, memiliki inti haploid, memiliki keturunan dipoloid lebih singkat, reproduksi vegetatifnya dengan membentuk konidiospora, reproduksi generatifnya dengan konjugasi yang menghasilkan askospora. Spesies-spesies anggota kelas Ascomycotina ialah sebagai berikut:
-          Sacchormyces cerviciae, jamur unisel yang dapat membelah diri, dapt memfermentasikan gula menjadi alcohol sehingga sering digunakan untuk membuat tape maupun roti.
-          Sacharomyces ellipsoids, Saccharomyces tuac, Penicillium notatum, Penecillium chrysogenum, Penecillium camemberti, Penecillium requeforti, Aspergillus.
-          wentii, Aspergellus flavus, dan Aspergillus, digunakan untuk membuat roti.
3.      Basidiomycotina
Jamur kelompok ini disebut Basidiomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan basidiofora. Jamur yang termasuk kelas Basidiomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atus zat kitin,multiseluler, hifa bersekat, dibedakan hifa primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, membentuk badan buah yang disebut basidikrop, reproduksi vegetative dengan membentuk kondiospora, reproduksi generative dengan menghasilkan basidopora.
Spesies-spesies anggota dari kelas Basidiomycotina antara lain sebagai berikut : Volvoriella volvace (jamur merang), Auricularia polytricha (jamur kuping), Pleurotus (jamur tiram), Amanita phalloides, Amanita Verna, Amanita muscarnia, Amanita caesarnia, Puccinia graminus (jamur api).
4.      Deuteromycotina
Jamur kelompok ini disebut jamur imperfecti (jamur tidak sempurna) atau deuteromycotina karena belum diketahui cara perkembang biakan seksualnya. Namun demikian, untuk memudahkan dan karena tingkat konidiumnya begitu jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies yang masih dianggapkipun tingkat seksualnya sekarangtelah diketahui dengan baik. Sebagian besar cendawan yang patogen pada manusia adalah Deuteromycetes. Mereka sering kali membentuk spora aseksual beberapa macam di dalam spesies yang sama, sehingga dapat membantu dalam mengidentifikasikannyadi laboratorium.
Jamur yang termasuk kelas Deuteromycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa bersekat, dibedakan tipe hifa Primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, Memiliki keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi vegetative dengan membentuk konidiospora. Contoh spesies dari kelas Deuteromycotina antara lain sebagai berikut (Schlegel, 1994) :
1.      Microsporium audoini, Trichophyton, dan Epidermophyton penyebab penyakit kurap dan panu.
2.      Epidermophyton floocosum penyebab penyakit kaki atlet.
3.      Scelothium rolfsii penyebab penyakit busuk pada tanaman.
4.      Helmintorosporium oryzae perusak kecambah dan buah.

2.2 Lichenes

Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut ini hidup secara epifit pada pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi (Yurnaliza, 2002). 
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Yurnaliza, 2002).  
Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu (Misra, 1978).
Algae dan jamur bersimbiosis membentuk lichens baru jika bertemu jenis yang tepat. Dimana sedikit banyak berpengaruh, seperti jamur tidak bisa melakukan fotosintesis, kemampuan ini secara alami dilakukan secara bebas oleh algae. Lichens biasanya ditemukan disekitar lingkungan dimana organisme lain tidak dapat tumbuh dan mereka berhasil membuat suatu koloni pada lingkungan tersebut yang dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur (Duta, 1968).
Sebagian besar lichens tumbuh secara ekstrim lambat – untuk tumbuh 2 cm saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun. Pengukuran pertumbuhan lichens, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak lebih 3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan yang turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun lichens hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens sangat sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini terjadi lichens dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (Misra, 1978).
Lichen merupakan simbiosis antara jamur (mycobionts) dan alga atau  cyanobacteria (photobionts). Lichen dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu  crustose,  foliose, dan  fruticose. Lichen tumbuh di batang pohon, tanah, batuan, dinding atau substrat lainnya dan dalam berbagai macam kondisi lingkungan, mulai dari daerah gurun sampai kutub. Lichen tumbuh sangat lambat, bahkan hanya beberapa sentimeter dalam setahun (Septiana, 2011).
2.2.1 Morfologi Thallus
a. Morfologi Luar
Tubuh lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan algae dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau merah dengan habitat yang bervariasi (Misra, 1978).
Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichens. Algae selalu berada pada bagian permukaan dari thallus. Berdasarkan bentuknya lichens dibedakan atas empat bentuk (Misra, 1978):
v  Crustose
Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
v  Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobuslobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dan lainnya.
v  Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia.
v  Squamulose
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh: Psora pseudorusselli dan Cladonia carneola.
b.        Morfologi Dalam (Anatomi)
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu (Misra, 1978) :
1.         Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin. Bagian ini
2.         Daerah algae, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
3.         Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
4.         Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis lichens tidak mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
2.2.2 Klasifikasi Lichens
Lichens memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar dasar klasifikasinya secara umum adalah sebagai berikut (Heddy, 1990):
1.        Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya:
·      Ascolichens
Cendawan penyusunnya tergolong Pyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium. Contoh : Dermatocarpon dan Verrucaria. Cendawan penyusunnya tergolong Discomycetes. Lichens membentuk tubuh buah berupa apothecium yang berumur panjang. Contoh : Usnea dan Parmelia.
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen algae dari famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin. Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus, Trentopohlia, Cladophora dan lainnya.
·      Basidiolichens
                        Berasal dari jamur Basidiomycetes dan algae Mycophyceae. Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae, dengan tiga genus Cora, Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament yaitu : Scytonema dan tidak berbentuk filamen yaitu Chrococcus.
·      Lichen Imperfect Deutromycetes fungi, steril. Contoh : Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon, Normandia, dan lainnya.
2.        Berdasarkan algae yang menyusun thalus:
·       Homoimerus
            Sel algae dan hifa jamur tersebar merata pada thallus. Komponen algae mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam Mycophyceae. Contoh : Ephebe, Collema.
·      Heteromerous
Sel algae terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dan komponen jamur menyebabkan terbentuknya thallus, algae tidak berupa gelatin Chlorophyceae. Contoh : Parmelia
Perkembangbiakan Lichenes
2.2.3        Perkembangbiakan lichens
1.      Secara Vegetatif
·         Fragmentasi. Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru. Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen. Pada beberapa fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichens yang baru. Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu (Bold, 1987).
·         Isidia. Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya sesuai.
·         Soredia. Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru. Lichens yang baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
2.      Secara Aseksual
           Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual disebut pycnidiospores (Tjitrosoepomo, 1989).
           Pycnidiospores berukuran kecil, sporanya yang tidak motil, dan diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur. Jika bertemu dengan algae yang sesuai terjadi perkembangan menjadi lichens yang baru (Tjitrosoepomo, 1989).
3.      Secara Seksual
           Perkembangan seksual pada lichens hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichens (Tjitrosoepomo, 1989).

2.3  Lumut

            Tumbuhan  lumut  merupakan  tumbuhan  tingkat  rendah  yang  termasuk kedalam divisi  bryophyta, termasuk tumbuhan darat sejati. Pada umumnya  lumut menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi.  Tumbuhan  ini  sering  disebut  sebagai  tumbuhan  perintis,  karena  lumut dapat tumbuh  dengan  berbagai  kondisi  pertumbuhan  di  tempat tumbuhan  tingkat tinggi  tidak  bisa  tumbuh.  Secara  ekologi  lumut  memiliki  peranan  yang  sangat penting dalam menciptakan habitat primer dan sekunder setelah adanya kerusakan lingkungan. Tumbuhan  lumut merupakan tumbuhan pertama  yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin. Setelah area  ditumbuhi  lumut,  area  tersebut  akan  menjadi  media  yang  cocok  untuk perkecambahan dan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Birsyam, 1992).
            Dibandingkan dengan alga, jamur dan tumbuhan tingkat tinggi maka lumut merupakan golongan yang kecil. Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh ditempat-tempat lembab. Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gemetofit tetapi sporofit tidak pernah merupakan tumbuhan yang mandiri yang hidup bebas. Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit. Pada lumut, gametofitlah yang dominan (Birsyam,1992).
            Bryophyta juga tergolong dalam epifit karena tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanaman lain, tetapi tiada yang menjadi parasit, sebagian besar tanaman ini termasuk tanaman yang tingkat hidupnya rendah. Bryophyta merupakan kelompok tumbuhan yang berhasil, dibuktikan oleh jumlahnya yang besar (sekurang-kurangnya 20.000 jenis) yang dikenal. Meskipun demikian, karena sistem pembuluhnya tidak pernah berkembang secara efisien, lumut ini tak mampu mencapai ukuran besar atau merupakan tumbuhan dominan daratan (Aslan,1998).
   Tumbuhan  lumut  memiliki  bentuk-bentuk  unik  yang  bisa  menjadi pembeda  satu  dengan  lainnya.  Beberapa  struktur  yang  ada  pada  lumut  tidak dimiliki  oleh  tumbuhan  lain,  begitu  pula  sebaliknya.  Lumut  termasuk  kelompok tumbuhan  dengan  ketidakadaan  jaringan  vaskular.  Meskipun  beberapa  jenis memiliki  batang,  tetapi  tumbuhan  ini  tidak  memiliki  susunan  jaringan  pembuluh seperti  pada  tumbuhan  tingkat  tinggi.  Beberapa  lumut  ada  yang  memiliki  daun dan  sebagian  tidak,  tetapi  hanya  berupa  hamparan  tubuh  yang  disebut  talus. Struktur talus yang seperti ini tidak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi (
Heddy, 1990).
            Ciri  khas  yang  dimiliki  lumut  adalah sistem  reproduksinya. Pada  tumbuhan  lumut  terdapat  gametangia  (alat-alat kelamin)  yaitu  alat  kelamin  jantan  disebut  anteridium  yang  menghasilkan spermatozoid  dan  alat  kelamin  betina  disebut  arkegonium  yang  menghasilkan ovum. Tumbuhan ini memiliki generasi gametofit yang dominan, sedangkan pada tumbuhan  tingkat  tinggi  generasi  gametofitnya  tereduksi.  Generasi  ini  memiliki organ seks (antheridia dan arkegonia) dan gamet (sperma dan sel telur). Generasi sporofit  yang  menghasilkan  spora  tidak  dapat  hidup  sendiri  sehingga  tetap melekat  pada  gametofit.  Suplai  air  dan  nutrisi  bagi  sporofit  sangat  bergantung pada  gametofit,  sehingga  tumbuhan  ini  memiliki  siklus  hidup  yang  berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi (Heddy, 1990).
            Akar  pada  lumut  sebenarnya  tidak  ada,  tumbuhan  ini  melekat  dengan perantaraan  rhizoid  (akar  semu),  oleh  karena  itu  tumbuhan  lumut  merupakan bentuk  peralihan  antara  tumbuhan  ber-talus  (talofita)  dengan  tumbuhan  ber-kormus  (kormofita).  Daun,  batang  atau  talusnya  memiliki  pori  yang  bisa mengalirkan  air,  gas  dan  nutrisi  ke  sel-sel  untuk  langsung  dipergunakan.  Pada beberapa  jenis  terdapat  modifikasi  struktur  daun  yang  berfungsi  untuk memperluas  area  penyerapan  air  atau  nutrisi.  Lumut  merupakan  rumah  bagi invertebrata yang memiliki peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur  kelembaban  ekosistem,  karena  kemampuannya  dalam  menahan  dan menyerap  air.  Para  ahli  sudah  mulai  banyak  meneliti  komposisi  zat  yang dikandung lumut, beberapa di antaranya mengandung senyawa antibiotik, dan zat lain yang memiliki khasiat obat (Birsyam, 1992).
Seperti  kelompok  tumbuhan  lainnya,  lumut  memiliki  klorofil  sehingga umumnya  memiliki  warna  hijau  dan  sifatnya  autotrof.  Tulang  daun  biasanya  ada pada  kelompok  lumut  sejati  (musci),  satu  sampai  dua  tulang  daun.  Struktur stomata  seperti  pada  tumbuhan  tingkat  tinggi  umumnya  tidak  ada,  tetapi  lumut memiliki  pori  yang  fungsinya  hampir  sama  seperti  stomata.  Perbedaannya  pori selalu  berada  dalam  keadaan  terbuka  dan  tidak  bisa  menutup  atau  membuka seperti pada stomata (Aslan, 1998). Menurut Tjitrosoepomo, (1989), berdasarkan habitat lumut ada dua yaitu:
1.      Lumut daun (musci); bentuk thallusnya seperti tumbuhan kecil yang mempunyai batang semu tegak dan lembaran daun yang tersusun spiral. Baik batang maupun daun belum memiliki jaringan pengangkut. Pada bagian dasar batang semu terdapat rhizoid yang berupa benang halus dan berfungsi sebagai akar. Pada bagian pucuk terdapat alat pembiakan seksual berupa anteredium dan arkegonium. Contohnya :  Spaghnum yang hidup di rawa dan merupakan komponen pembentuk tanah gambut.
2.      Lumut hati (Hepaticae); bentuk thallusnya pipih seperti lembaran daun. Pada permukaan ventral terdapat rhizoid dan pada permukaan dorsal terdapat kuncup. Anteredium memiliki tangkai yang disebut anteridiofor dan tangkai arkegonium disebut arkegoniofor. Lumut hati dapat dipakai sebagai indikator daerah lembab dan basah.
            Berdasarkan letak alat kelaminnya, lumut dibagi menjadi dua lumut berumah satu (jika pada satu individu terdapat anteredium dan arkegonium) dan lumut beruma dua (jika satu individu hanya terdapat anteredium saja atau arkegonium saja, sehingga ada lumut jantan dan lumut betina) (Campbell, 2004).
            Lumut ditemukan terutama di area sedikit cahaya / ringan dan lembab. Lumut umum di area berpohon-pohon dan di tepi arus. Lumut juga ditemukan di batu, jalan di kota besar. Beberapa bentuk mempunyai menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi ditemukannya. Beberapa jenis dengan air, seperti Fontinalis antipyretica, dan Sphagnum tinggal / menghuni rawa (Heddy, 1990).
            Lumut ditemukan tumbuh di batang-batang pohon, sedangkan di lantai hutannya yang selalu tergenang air tidak ditemukan pertumbuhan lumut. pertumbuhan dan perkembangan  tumbuhanlumut dipengaruhi oleh beberapa faktordiantaranya kelembaban dan intensitas sinar matahari (Windadri, 2009).
2.4    Cangar
            Cangar merupakan salah satu kawasan perbukitan yang terdapat kawasan pengawasan dan pekayaan hayati hutan sebagai salah satu daerah ini merupakan daerah pegunungan hutan yang suhunya masih rendah antara 18-20o , komponen biotik yang banyak ditumbuhi pohon besar dan banyak jenis jamur, lichen serta lumut yang menjadi indikator bahwa daerah ini masih sangat alami dan belum banyak terekploitasi, daerah Cangar merupakan kawasan pegunungan hutan yang dijadikan area wisata alami serta sumber daya hayati dan  juga terdapat sumber air panas yang menjadi modal utama pemasokan pendapatan daerah kota batu. Keberadaan hutan Cangar dengan berbagai macam komponen tumbuhan merupakan ekosistem yang sangat penting bagi rantai makanan di kawasan tersebut.

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat

Kerja Kuliah Lapangan (KKL) ini dilaksanakan pada hari minggu tanggal 09 November 2014 pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.           Penelitian ini di Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R.Soerjo Cangar Jawa Timur dan juga akan diamati beberapa spesies yang telah di temukan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
              Alat yang digunakan dalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL)  ini ada;ah sebagai berikut:
1.      Alat tulis                                                         1 buah
2.      Alat dokumentasi (Foto dan Video)               1 buah
3.       Amplop atau plastic                                       Secukupnya
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan langsung di ambil dari Hutan Raya R.Soeryo Cangar yaitu:
1.      Jamur (Fungi)                                                  Secukupnya
2.      kerak (Lichen)                                                 Secukupnya
3.      Lumut (Bryophyta)                                         Secukupnya

3.3 Cara Kerja

       Langkah-langkah yang dilakukan pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini adalah sebagai berikut:
1.      Dicari jamur, lichen dan lumut di Hutan Raya R.Soeryo Cangar
2.      Diambil jamur, lichen dan lumut yang ditemukan
3.      Didokumentasikan masing-masing dari spesies jamur, lichen dan lumut yang sudah ditemukan
4.      Dimasukkan jamur, lichen dan lumut kedalam amplop atau plastic
5.      Diidentifikasi masing-masing spesies jamur, lichen dan lumut yang ditemukan


        

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Polytrichum sp            

4.1.1 Hasil Pengamatan
Gambar Pengamatan
Gambar literature
(Kuo, 2011)

Klasifikasi Polytrichum sp
Kingdom:Plantae
Divisi:Bryophyta
Classis:Briopsida
Ordo:Polytricales
Familia:Polytrichaceae
Genus:Polytrichum
Spesies: Polytrichum sp          (Aslan, 1998)
4.1.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di Cangar, didapatkan bahwa Polytrichum sp memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm, warna thallus pada Polytrichum sp ini berwarna hijau dan habitatnya di zona amofibious, sedangkan bentuk thallusnya filoida seperti jarum, Polytrichum ini lebih suka hidup di pinggir sungai, tanah liat, batuan, kayu-kayu kering, lumpur dan gundukan pasir. Biasa disebut lumut haicap atau lumut rambut, memiliki tangkai yang tegak dan bercabang-bercabang, berupa thallus dan mempunyai tangkai sporangium yang berbentuk lonjong bersifat elastis, membentuk koloni yang luas dan membertuk benang dengan batang panjangnya 1-8 cm, batang ini tegak dan biasanya tidak bercabang.
             Polytrichum sp juga memiliki jaringan asimilasi dan jaringan penyimpanan makanan jaringan pembuluh karena tanaman ini  belum sejati, selain itu memiliki tangkai yang tegak dan bercabang-becang, memiliki sporangium yang berbentuk bulat lonjong, berkembangbiakan dengan menghasilkan spora , serta hidup di tempat lembab dan sedikit basah. Polytrichum juga di kenal sebagai lumut jati sama seperti funari, Gennusi daminan adalah gametofit strukturnya hampir sama dengan funaria, untuk gametofitnya dapat di bedakan dari segi struktur seperti daun, batang dan akar. Batang dan daunnya berwarna hijau (ada tulang  daunnya) akarnya masih berupa akar halus rhizoid. Polytrichum sp adalah tumbuhan diesus, antheridium dan arkegonium terdapat pada tumbuhan berlainan, antheridium pada Polytrichum ini terdapat di pucuk tumbuhan jantan, sedangkan arkegonium terdapat di pucuk tumbuhan betina, untuk saprofit matang di beda kepada kaki, seta dan kaki, spora matang di bedakan dengan bantuan alat penyebaran, untuk spora bercambah membentuk  protonema (gametofit muda) dan berkembang menjadi gametofi lengkap.
            Berdasarkan hasil literatur menurut Indriani (2004)  Polytrichum sp secara morfologi tanaman ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tingkat tinggi, memiliki daun semu. Terdapat kaliptra  seta yang merupakan tangkai kaliptra serta rhizoid yang menyerupai akar. Kaliptra adalah ujung spora yang menutupi sporangium, kapsul adalah tangkai yang mendukung arkegonium dan antheridium, filoidnya adalah bagian lumut yang menyerupai daun, rhizoid adalah bagian dari lumut yang berfungsi menyerap zat-zat hara, sporangium adalah kotak spora. Pada sisi perut tulang daun seringkali terdapat lamella yang membujur, Daunnya terdiri atas beberapa lapis sel. Lumut berkembangbiak dengan spora, Spora tumbuh menjadi Protonema, kemudian menjadi Tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut terbagi menjadi anteridium yang menghasilkan sperma dan akegonoium yang menghasilkan ovum. Peleburan keduanya menghasilkan zigot dan tumbuh menjadi embrio. Embrio terus tumbuh menjadi sporangium dan menghasilkan spora.
            Polytrichun termasuk bangsa Bryalas. Mempunyai gigi-gigi peristom terdiri atas sel-sel utuh, tidak bergaris-garis. Lumut ini umurnya bisa lebih dari satu tahun, daun-daun sempit, pada sisi perut tulang daun seringkali terdapat lamella yang membujur. Kapsul spora tegak atau mendatar. Peristom terdiri atas 32-64 gigi. Dari sudut letak sporogoniumnya termasuk yang bersifat akrokarp. Selain spesies Pogonatum cirrhatum, juga terdapat spesies Polytrichum commune dan Georgia pellucid (Tjitrosoepomo, 1989).
             Secara anatomi memiliki jaringan asimilasi dan jaringan penyimpanan makanan. Jaringan pembuluh yang belum terdapat karena tanaman ini belum sejati. Tumbuhan ini memiliki alat kelamin berupa anteridium dan arkegonium, pada musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau pada ujung-ujung cabangnya. Dapat melakukan reproduksi aseksual dengan sel yang disebut gemma (struktur seperti mangkuk yang terdapat di permukaan gametofit) tubuhnya tersusun atas struktur berbentuk hati pipih disebut talus yang tidak terdiferensiasi akar batang dan daun lumut hati. Secara seksual dengan membentuk anteridium dan arkegonium. Secara aseksual, lumut hati melakukan reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas di permukaan gametofit. Struktur ini disebut gemma cup. Tumbuhan ini pada umumnya habitatnya di daerah dinding atau berada pada daerah yang lembab.
            Polytricum sp ini dapat digunakan sebagai bahan pembuat kasur yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta dapat di gunakan sebagai tanaman hias. Selain itu manfaat lumut ini bagi manusia sebagai obat hepatitis atau radang hati, dapat di gunakan sebagai bahan bakar (sphagnum) atau atap rumah. Sedangkan manfaat bagi lingkungan mampu merobak struktur batu menjadi tanah, berperan dalam ketersediaan air dan mencegah banjir dalam ekosistem hutan, dapat juga di gunakan untuk menjaga tanah dari erosi dan kekeringan pada musim kemarau.

4.2 Parmelia sp

4.2.1   Hasil Pengamatan
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
(Hasnunidah, 2009)

Klasifikasi parmelia sp
Kingdom:     Plantae
Divisio:    Thallophyta
Class:    Ascolichenes
Ordo:    Discomycetales
Family:    Discomycetaceae
Genus:    Parmelia
                                                                        Species:    Parmelia sp            (Misra, 1978)



4.2.2   Pembahasan
            Pengamatan pertama kami mengamati lichenes, di sini kami mengamati lumut kerak pada pohon yaitu Paramelia acetubulum Bentuk talus lembaran – lembaran seperti kulit nya hidup pada pohon dan batu – batu dan bertalus.
            Kebanykan cendawan yang menyusun Lichenes tergolong ke dalam Ascomycetes terutama Discomycetes, dan kadang-kadang Pyrenomycetales, dan Basidiomycetes. Kebanyakan cendawan tertentu bersimbiosis dengan ganggang tertentu pula. Bentuk-bentuk Lichenes ditentukan berdasarkan materi genetik pasangan fungi, bergabung dengan photobiont untuk perkembangan bentuknya di bawah kondisi yang tepat. Lichenes tunggal dapat berkembang menjadi dua bentuk yang sangat berbeda ketika bergabung dengan ganggang hijau atau cyanobacteria.
            Beberapa Lichenes ada yang seperti batang (Foliose lichenes) lainnya menjadi penutup seperti cover dasar seperti kulit kering/ kerak (Crustase lichenes), ada yang seperti mengadopsi bentuk semak-semak (Fructicose lichenes) dan ada yang seperti agar-agar. Bentuk Lichenes pada Parmelia acetabulum  ialah; Schrubby lichenes merupakan tipe Lichenes yang tumbuh tegak/lurus dan bercabang banyak dan kelihatan seperti semak belukar. Alat tambahan untuk lapisan bawah bermacam-macam dari yang memiliki pegangan yang kuat ke badan, beberapa diantaranya tampak seperti lumut menggantung yang lurus berumbi (Misra, 1978).
            Warna Lichenes berbeda-beda tergantung pada pigmen-pigmen khusus yang menyusun, meskipun tidak ada pigmen, Lichenes biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan. Ketika Lichenes basah, lapisan luarnya menjadi lebih transparan dan lapisan photobiont yang mendasari menjadi tampak, membuat Lichenes abu-abu atau coklat berubah menjadi warna hijau muda atau hijau pudar. Macam-macam pigmen yang terang terdapat di lapisan luar adalah asam usnic kuning muda yang tersebar luas. Tetapi pigmen-pigmen yang lain menghasilkan macam-macam Lichenes yang kuning, orange atau merah. Warna-warna yang berbeda dalam spesies tergantung pencahayaan, genetik, usia, dan lainnya (Tjitrosoepomo, 1989).
            Lichenes memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar klasifikasinya secara umum dan pada Parmelia acetabulum, berdasarkan Komponen Cendawan yang menyusunnya termasuk ascholichen. Jika cendawan yang menyusunnya tergolong dalam Phyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa peritesium, misalnya Dermatocarpon dan Verrucaria. Jika cendawan penyusunnya tergolong dalam Discomycetales, Lichenes membentuk tubuh buah yang berupa apotesium. Berlainan dengan Discomycetales yang hidup bebas yang apotesiumnya hanya berumur pendek. Apotesium pada Lichenes ini berumur panjang, bersifat seperti tulang rawan dan mempunyai askus yang berdinding tebal. Dalam golongan ini termasuk Usnea (rasuk angin) yang berbentuk semak kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohonan di hutan apalagi di daerah pegunungan (Tjitrosoepomo, 1989).       
            Sedangkan berdasarkan alga yang menyusun tallus termasuk Heteromerous. Sel alga terbentuk terbatas pada bagian atas tallus dan komponen jamur menyebabkan terbentuknya tallus, alga tidak berupa gelatin Chlorophyceae.  Dan berdasarkan Tipe Tallus dan Kejadiannyatermasuk Crustose atau Crustaceous merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu, tanah atau kulit pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu, Lecanora dan Graphis pada kulit kayu. Mereka terlihat sedikit berbeda antara bagian permukaan atas dan bawah.
            Pada Lichenes, antara fungi dan Algae diberikan tafsiran yang berbeda-beda. Ada yang menafsirkan sebagai mutualisme, karena dipandang keduanya dapat memperoleh keuntungan dari hidup bersama itu. Misal, ganggang memberikan hasil-hasil fotosintesis terutama yang berupa karbohidrat kepada cendawan, dan sebaliknya cendawan memberikan air dan garam-garam kepada ganggang. Dapat juga hubungan antara ganggang dan jamur itu dianggap sebagai suatu helotisme. Keuntungan yang timbal balik itu hanya sementara, yaitu pada permulaannya saja, tetapi akhirnya ganggang diperalat oleh cendawan –menyerupai hubungan majikan dengan budak (heloot) (Sulisetjono, 2012).
            Beberapa bukti bahwa simbiosis Lichenes merupakan bentuk parasitisme untuk sel-sel Algae, dimana pasangan photosintesis dapat berada di alam secara bebas berdiri sendiri, tetapi tidak sebaliknya. Sel-sel photobiont dimusnahkan secara terus menerus pada saat pertukaran nutrisi. Penggabungan ini mampu berlanjut karena sel-sel photobiont dihasilkan lebih cepat daripada yang dihancurkan. Pada umumnya, simbiosis Lichenes lebih dipertimbangkan untuk keberhasilan pertumbuhan dan perkembangbiakan dari fungi. Untuk sebagian Algae, simbiosis mungkin suatu keharusan untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan pada yang lainnya kadang tidak bermanfaat bagi Algae. Nah, inlah yang menjadi kontroversi apakah simbiosis Licehenes menjadi sebuah hubungan yang mutualisme atau parasitisme (Sulisetjono, 2012).

4.3 Coltricia perennis

4.2.3   Hasil Pengamatan
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
(Gunawan, 1999)
Klasifikasi Coltricia perennis
Kingdom: Fungi
Phylum: Basidiomycota
Class: Agaricomycetes
Order: Polyporales
Family: Polyporaceae
Genus: Coltricia
Species: Coltricia perennis (Suranto, 2002)
4.2.4   Pembahasan
Pada  pengamatan  dan  pengambilan  sampel  di  Tahura R. Soeryo, didapatkan  sampel  1  jenis  jamur  dari  genus  Coltricia  yang  merupakan  famili Polyporaceae.  Coltricia  perennis  memiliki  tubuh  buah  datar  atau  berbentuk corong,  tipis,  tekstur  seperti  kulit,  permukaannya  seperti  beludru,  bergaris-garis konsentris, berwarna putih kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian  tepi  tubuh  tipis dan bergelondong. Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris.
Permukaan bawah himenium berpori.  Jamur ini tidak dapat dikonsumsi. Habitatnya tumbuh soliter atau bergerombol pada kayu lapuk. Hasil identifikasi di atas sesuai dengan penelitian yang telah di laksanakan oleh Gunawan (1999), yaitu  tubuh  buah  datar  atau  berbentuk  corong,  tipis, tekstur  seperti  kulit,  permukaannya  seperti  beludru,  bergaris-garis  konsentris, berwarna putih kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian tepi tubuh tipis dan bergelondong. Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris. Permukaan bawah himenium berpori. Spora  berukuran 5-10 x 3,5-6 mikron, kuning, elips, licin.  Edibilitas  :  tidak  dapat  dikonsumsi.  Habitat  :  tumbuh  soliter  atau bergerombol pada kayu lapuk.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

                Berdasarkan pengmatan yang dilakukan di Taman Hutan Raya R.Soerjo ditemukan spesies-spesies berikut:
1.      Polytrichum sp.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di Cangar, didapatkan bahwa Polytrichum sp memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm, warna thallus pada Polytrichum sp ini berwarna hijau. Lumut rambut, memiliki tangkai yang tegak dan bercabang-bercabang, berupa thallus dan mempunyai tangkai sporangium yang berbentuk lonjong bersifat elastis, membentuk koloni yang luas dan membertuk benang dengan batang panjangnya 1-8 cm, batang ini tegak dan biasanya tidak bercabang.
Reproduksi aseksual dengan sel yang disebut gemma (struktur seperti mangkuk yang terdapat di permukaan gametofit) tubuhnya tersusun atas struktur berbentuk hati pipih disebut talus yang tidak terdiferensiasi akar batang dan daun lumut hati. Secara seksual dengan membentuk anteridium dan arkegonium. Secara aseksual, lumut hati melakukan reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas di permukaan gametofit.
2.      Parmelia sp.
Berwarna hijau muda, bentuk talusnya yaitu foliose memiliki bentuk seperti daun, pipih melebar, berkerut bergelombang, melekat pada substrat melalui rhizin. Aksospora sebagai alat reproduksi secara seksual. Sedangkan untuk reproduksi aseksualnya terdapat soredia, dimana soredia ini mudah terbawa air atau udara sehingga ketika soredia tersebut terbawa air atau udara dan menemukan tempat yang cocok maka akan tumbuh individu baru. Pembelahan aseksualnya terjadi pada medulla melalui soredium. Soredium dan askus ini terdapat di atas misselium.
3.      Coltricia perennis
Coltricia  perennis  memiliki  tubuh  buah  datar  atau  berbentuk corong,  tipis,  tekstur  seperti  kulit,  permukaannya  seperti  beludru,  bergaris-garis konsentris, berwarna putih kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian  tepi  tubuh  tipis dan bergelondong. Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris.

5.2 Saran

Sebelum melalukan perjalanan menuju lokasi penelitian akan lebih baik jika transportasi di Check dan diperbaiki agar tidak terulang kejadian kendaraan mogok yang mengakibatkan perjalanan tertunda. Selain itu sangatlah bijak, bila asisten turut membantu praktikan dalam mengidentifikasi spesies yang diperoleh agar praktikan tidak mengalami kesulitan pada saat mengerjakan laporan. Terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA


Aslan, Ahmad.1998. Taksonomi Tumbuhan Rendah. Bogor:Citra Karya
Birsyam,Inge.2004. Botani tumbuhan Rendah. Bandung : Biologi FMIP ITB
Bold, H.C., C.J. Alexopoulus, T. Delevoryas, 1987. Morphology of Plants and Fungi. Fifth  edition. Harper and Row Publishers. New York
Campbell, Neil A. 2000. Biologi Edisi 5. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama
Campbell. 2004. Biologi Jilid 2 . Jakarta: Erlangga
Duta, A.C. 1968. Botany for Degree Stuudens. Oxford University Press: Bombay-Calcuta-Madras
Heddy, Suwasono. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta ; Rajawali Pers
Gunawan, AW. 1999. Usaha Pembibitan Fungi. Jakarta: Penebar Swadaya
Hasnunidah, Neni.2009.Botani Tumbuhan Rendah. Bandarlampung: Unila
Indriani, Hety dan Sumiarsih, Emi. 1997. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput
Kuo, M. (2011, February). Parasola plicatilis. Retrieved from http: //www.mossesexpert.com/polytrichum_sp.html
Misra, A. ,R.P. Agrawal. 1978. Lichens (A Preliminary Text). Oxford and IBH Publishing Co. New York-Bombay-Calcuta
Pelczar, J Michael. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Saptasari, Murni. 2002. Botani Tumbuhan Rendah: Jamur. Malang: UM Press
Septiana, Eris. 2011. Potensi Lichen Sebagai Sumber Bahan Obat: Suatu Kajian Pustaka Prospect Of Lichen As A Medicinal Resource: A Literature Review. Jurnal Biologi XV (1) : 1 - 5 ISSN : 1410 5292
Schlegel dan Schmidt, 1994. Mikrobiologi Umum Edisi ke Enam. Yogyakarta: UGM Press
Sulisetjono. 2012. Jamur. Malang: Jurusan Biologi UIN Malang
Suranto. 2002. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Agromedia Pustaka
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Windadri, Florentina Indah. 2009. Keragaman Lumut Di Resort Karang Ranjang, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Tek. Ling. Vol. 10. No. 1
Yurnaliza .2002. Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan). Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi  Universitas Sumatera Utara



LAMPIRAN


Dokumentasi Gambar
1.      Gambar Jamur

2.      Gambar Lichenes

3.      Gambar Lumut

4.        Lokasi KKL (Taman Hutan Raya R. Soerjo, Cangar- Batu Malang


Popular posts from this blog

Makalah Kelas Osteichthyes

Makalah Anatomi Bunga

Makalah Etnobotani Pemanfaatan Tanaman sebagai Sandang