Keanekaragaman Morfologi Jamur, Lichen dan Lumut di Taman Hutan Raya Cangar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhi rabbil
‘alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dengan penuh
rasa syukur, akhirnya laporan singkat Kuliah Kerja Lapangan mengenai studi
keanekaragaman lumut, lichen, dan fungi di TAHURA R. Soerjo ini telah diselesaikan.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen
pengampu mata kuliah Tumbuhan Tidak
Berpembuluh, Bapak Drs. Sulisetijono, M.Si. dan Ibu Ainun
Nikmati Laily, M.Si, yang telah mendampingi kami selama KKL beserta asisten
praktikum, teman-teman sekelompok khususnya dan seluruh anggota Jurusan Biologi
UIN Maliki Malang tahun angkatan 2013, serta seluruh
pihak yang telah membantu proses penulisan laporan ini.
Laporan ini berisi sedikit keterangan
morfologis dan anatomis dari spesies lumut, lichen, dan fungi yang telah ditemukan di TAHURA R. Soerjo. Tim penulis sadar, bahwa laporan ini masih
jauh dari kata sempurna, banyak informasi yang mungkin belum tersampaikan
kepada pembaca, dan banyak kesalahan dari segi redaksional kata. Oleh karena
itu, kami selaku tim penulis membuka kesempatan yang sebesar-besarnya bagi
pembaca untuk memberikan kritik, saran, serta opini yang konstruktif demi
kebaikan laporan ini. Besar harapan tim penulis agar laporan kami
yang sederhana ini dapat memberikan manfaat positif bagi seluruh pihak yang
membaca.
Malang, 14 November 2014
DAFTAR ISI
Cover...........................................................................................................................................i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
Negara beriklim tropis dengan hutan hujan tropis yang melimpah. Dengan iklim
yang demikian, jenis vegetasi yang ada di Indonesia juga
melimpah, mulai dari tumbuhan tingkat rendah seperti lumut hingga tumbuhan
tingkat tinggi seperti jati dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia.
Indonesia juga menempati urutan kedua Negara dengan tingkat keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia setelah Brazil.
Hutan hujan tropis
menyimpan banyak sekali kekayaan alam. Salah satu hutan hujan tropis di
Indonesia adalah Taman Hutan Rakyat (TAHURA) R. Soerjo Cangar. Taman Hutan
Rakyat R. Soerjo ini terletak di Desa Sumberbrantas Kecamatan Bumiaji Kota
Batu. Seperti banyak taman hutan rakyat lainnya, TAHURA R. Soerjo juga memiliki
keunikan, keindahan alam, vegetasi, satwa yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai obyek dan daya tarik wisata alam di samping sebagai wahana penelitian,
pendidikan, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Beberapa jenis vegetasi
yang mudah sekali ditemukan di TAHURA R. Soerjo adalah lumut, lichen, dan fungi
atau jamur. Hal ini didukung oleh iklim TAHURA R. Soerjo yang berupa hutan
hujan tropis sehingga menjadi rumah bagi lumut, lichen, dan jamur. Kelimpahan
vegetasi lumut, lichen,dan fungi di kawasan TAHURA R. Soerjo inilah yang
menjadi alasan utama untuk melakukan Kuliah Kerja Lapangan mengenai kondisi
aktual tingkat keanekaragaman ketiga tumbuhan tersebut. Kuliah Kerja Lapangan
ini juga bertujuan sebagai sarana belajar dengan direct method atau metode
langsung belajar dari apa yang disediakan oleh alam, mengenal ciri-ciri dan
karakteristik dari lumut, lichen dan jamur.
Fungi adalah nama regnum
dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna
makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya.
Fungi memiliki bermacam-macam bentuk. Awam mengenal sebagian besar anggota
Fungi sebagai jamur, kapang, khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang
dimaksud adalah penampilan luar yang tampak, bukan spesiesnya sendiri.
Kesulitan dalam mengenal fungi sedikit banyak disebabkan adanya pergiliran
keturunan yang memiliki penampilan yang sama sekali berbeda
Lichen sebagai tumbuhan pioneer memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan. Jenis ini menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras
dan kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan organisme
lainnya. Saat ini Lichen telah banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat dan
beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi,
Tumbuhan lumut
merupakan sekumpulan tumbuhan kecil yang termasuk dalam divisio Bryophyta (dari
bahasa Yunani bryum, "lumut"). Tumbuhan lumut sudah menunjukkan
diferensiasi tegas antara organ penyerap hara dan organ fotosintetik namun
belum memiliki akar dan daun sejati.
Lebih jelasnya tentang
fungi (jamur), lichen (lumut kerak) dan bryophyte (lumut). kami melakukan
penelitian tentang ketiganya tersebut di Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya
R.Soeryo Cangar Jawa Timur dan juga akan di amati beberapa spesies yang telah
di temukan.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
dari kuliah kerja lapangan di taman hutan R. Soerjo cangar batu ialah bagaimana
morfologi dan siklus hidup atau reproduksi jamur, Lichenes, dan lumut di
Cangar, Batu-Malang?
1.3 Tujuan
Tujuan dari kuliah
kerja kerja lapangan di taman hutan R. Soerjo cangar batu ialah untuk
mempelajari morfologi dan siklus hidup atau reproduksi jamur, Lichenes, dan
lumut di Cangar, Batu-Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Fungi (Jamur)
Fungi atau Cendawan adalah organisme Heterotrofik, mereka
memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda
organik mati yang terlarut mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan
sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat
kimia yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan kedalam tanah, dan
selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat menguntungkan
bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita bilamana mereka
membusukkan kayu, tekstil, makanan dan bahan-bahan lain (Campbell, 2000).
2.1.1 Anatomi Jamur
Jamur tidak memiliki klorofil, sel pada jamur ada yang uniseluler,ada
pula yang mutiseluler. Dinding sel pada jamur terdiri dari kitin. Jamur
multiseluler terbentuk dari rangkaian sel membentuk benang seperti kapas, yang
disebu benang hifa. Hifa memiliki sekat-sekat yang melintang, tiap-tiap sekat
memiliki satu sel, dengan satu atau beberapa inti sel. Namun adapula hifa yang
tidak memiliki sekat melintang, yang mengandung banyak inti dan disebut
senositik. Ada tidaknya sekat pada hifa ini dijadikan dasar dalam penggolongan
jamur. Hifa ada yang berfungsi sebagai pembentuk alat reproduksi. Misalnya,
hifa yang tumbuh menjulang ke atas menjadi sporangiofor yang artinya pembawa
sporangium.sporangium artinya kotak spora. Didalam sporangium terisi spora. Ada
pula hifa yang tumbuh menjadi konidiofor yang artinya pembawa konidia, yang
dapat menghasilkan konidium (Saptasari, 2002). Kumpulan
hifa membentuk jaringan benang yang dikenal sebagai miselium. Miselium inilah
yang tumbuh menyebar diatas substrat dan berfungsi sebagai penyerap makanan
dari lingkungannya (Saptasari, 2002).
2.1.2 Reproduksi Jamur
Jamur uniseluler berkembang biak dengan cara seksual dan dengan
cara aseksual. Pada perkembangbiakannya yang secara seksual jamur membentuk
tunas,sedangkan secara aseksual jamur membentuk spora askus (Pelczar, 1999)
Jamur multiseluler berkembangbiak dengan cara aseksual,yaitu dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),membentuk spora aseksual yaitu zoospora,endospora dan konidia. Sedangkan perkembangbiakan secara seksual melalui peleburan antara inti jantan dan inti betina sehingga terbentuk spora askus atau spora basidium (Saptasari,2002). Zoospora atau spora kembara adalah spora yang dapat bergerak didalam air dengan menggunakan flagella. Jadi jamur penghasil zoospore biasanya hidup dilingkungan yang lembab atau berair (Pelczar 1999).
Jamur multiseluler berkembangbiak dengan cara aseksual,yaitu dengan cara memutuskan benang hifa (fragmentasi),membentuk spora aseksual yaitu zoospora,endospora dan konidia. Sedangkan perkembangbiakan secara seksual melalui peleburan antara inti jantan dan inti betina sehingga terbentuk spora askus atau spora basidium (Saptasari,2002). Zoospora atau spora kembara adalah spora yang dapat bergerak didalam air dengan menggunakan flagella. Jadi jamur penghasil zoospore biasanya hidup dilingkungan yang lembab atau berair (Pelczar 1999).
Endospora adalah spora yang dihasilkan oleh sel dan spora tetap
tinggal didalam sel tersebut, hingga kondisi memungkinkan untuk tumbuh. Spora
askus atau askospora adalah spora yang dihasilkan melalui perkawinan jamur
Ascomycota. Askospora terdapat didalam askus, biasanya berjumlah 8 spora. Spora
dari perkawinan kelompok jamur Basidiomycota disebut basidiospora. Basidiospora
terdapat didalam basidium,dan biasanya bejumlah empat spora (Saptasari, 2002). Konidia adalah spora yang dihasilkan dengan jalan membentuk sekat
melintang pada ujung hifa atau dengan diferensiasi hingga terbentuk banyak
konidia. Jika telah masak konidia paling ujung dapat melepskan diri (Saptasari, 2002).
2.1.3 Klasifikasi Jamur
2.1.3 Klasifikasi Jamur
Berdasarkan Cara reproduksi secara genratif, jamur dapat dibagi
menjadi 4 kelas, yaitu Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina, dan
Deutromycotina (Schlegel, 1994):
1. Zygomycotina
Jamur kelompok ini namanya Zygomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan zigot di dalam zigospora. Jmaur Zygomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa tidak bersekat, mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, reproduksi vegetative dengan membentuk spora, reproduksi generative dengan konjugasi yang menghasilkan zigospora. Perkembangan secara seksual terjadi karena ada 2 macam hifa, yaitu hifa (+) dan hifa (-). Keduanya bias terdapat pada satu talus atau talus yang berbeda. Anggota kelas Zygomycotina antara lain : Rhizopusoryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus nigricans, Mucor mucedo, Mucor javanicans, dan Clamydomucor oryzae.
Jamur kelompok ini namanya Zygomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan zigot di dalam zigospora. Jmaur Zygomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa tidak bersekat, mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, reproduksi vegetative dengan membentuk spora, reproduksi generative dengan konjugasi yang menghasilkan zigospora. Perkembangan secara seksual terjadi karena ada 2 macam hifa, yaitu hifa (+) dan hifa (-). Keduanya bias terdapat pada satu talus atau talus yang berbeda. Anggota kelas Zygomycotina antara lain : Rhizopusoryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus nigricans, Mucor mucedo, Mucor javanicans, dan Clamydomucor oryzae.
2. Ascomycotina
Jamur kelompok ini di sebut Ascomycotania, karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan askospora. Jamur ini yang termasuk kelas Ascomycotania mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, uniseluler dan multiseluler, hifa bersekat, membentuk badan buah yang disebut askokrap, memiliki inti haploid, memiliki keturunan dipoloid lebih singkat, reproduksi vegetatifnya dengan membentuk konidiospora, reproduksi generatifnya dengan konjugasi yang menghasilkan askospora. Spesies-spesies anggota kelas Ascomycotina ialah sebagai berikut:
Jamur kelompok ini di sebut Ascomycotania, karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan askospora. Jamur ini yang termasuk kelas Ascomycotania mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, uniseluler dan multiseluler, hifa bersekat, membentuk badan buah yang disebut askokrap, memiliki inti haploid, memiliki keturunan dipoloid lebih singkat, reproduksi vegetatifnya dengan membentuk konidiospora, reproduksi generatifnya dengan konjugasi yang menghasilkan askospora. Spesies-spesies anggota kelas Ascomycotina ialah sebagai berikut:
-
Sacchormyces cerviciae, jamur unisel yang dapat membelah diri, dapt
memfermentasikan gula menjadi alcohol sehingga sering digunakan untuk membuat
tape maupun roti.
-
Sacharomyces ellipsoids, Saccharomyces tuac, Penicillium notatum,
Penecillium chrysogenum, Penecillium camemberti, Penecillium requeforti,
Aspergillus.
-
wentii, Aspergellus flavus, dan Aspergillus, digunakan untuk
membuat roti.
3. Basidiomycotina
Jamur kelompok ini disebut Basidiomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan basidiofora. Jamur yang termasuk kelas Basidiomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atus zat kitin,multiseluler, hifa bersekat, dibedakan hifa primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, membentuk badan buah yang disebut basidikrop, reproduksi vegetative dengan membentuk kondiospora, reproduksi generative dengan menghasilkan basidopora. Spesies-spesies anggota dari kelas Basidiomycotina antara lain sebagai berikut : Volvoriella volvace (jamur merang), Auricularia polytricha (jamur kuping), Pleurotus (jamur tiram), Amanita phalloides, Amanita Verna, Amanita muscarnia, Amanita caesarnia, Puccinia graminus (jamur api).
Jamur kelompok ini disebut Basidiomycotina karena dalam reproduksi generatifnya menghasilkan basidiofora. Jamur yang termasuk kelas Basidiomycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atus zat kitin,multiseluler, hifa bersekat, dibedakan hifa primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, memiliki keturunan diploid lebih singkat, membentuk badan buah yang disebut basidikrop, reproduksi vegetative dengan membentuk kondiospora, reproduksi generative dengan menghasilkan basidopora. Spesies-spesies anggota dari kelas Basidiomycotina antara lain sebagai berikut : Volvoriella volvace (jamur merang), Auricularia polytricha (jamur kuping), Pleurotus (jamur tiram), Amanita phalloides, Amanita Verna, Amanita muscarnia, Amanita caesarnia, Puccinia graminus (jamur api).
4. Deuteromycotina
Jamur kelompok ini disebut jamur imperfecti (jamur tidak sempurna) atau deuteromycotina karena belum diketahui cara perkembang biakan seksualnya. Namun demikian, untuk memudahkan dan karena tingkat konidiumnya begitu jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies yang masih dianggapkipun tingkat seksualnya sekarangtelah diketahui dengan baik. Sebagian besar cendawan yang patogen pada manusia adalah Deuteromycetes. Mereka sering kali membentuk spora aseksual beberapa macam di dalam spesies yang sama, sehingga dapat membantu dalam mengidentifikasikannyadi laboratorium. Jamur yang termasuk kelas Deuteromycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa bersekat, dibedakan tipe hifa Primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, Memiliki keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi vegetative dengan membentuk konidiospora. Contoh spesies dari kelas Deuteromycotina antara lain sebagai berikut (Schlegel, 1994) :
Jamur kelompok ini disebut jamur imperfecti (jamur tidak sempurna) atau deuteromycotina karena belum diketahui cara perkembang biakan seksualnya. Namun demikian, untuk memudahkan dan karena tingkat konidiumnya begitu jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies yang masih dianggapkipun tingkat seksualnya sekarangtelah diketahui dengan baik. Sebagian besar cendawan yang patogen pada manusia adalah Deuteromycetes. Mereka sering kali membentuk spora aseksual beberapa macam di dalam spesies yang sama, sehingga dapat membantu dalam mengidentifikasikannyadi laboratorium. Jamur yang termasuk kelas Deuteromycotina mempunyai cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa bersekat, dibedakan tipe hifa Primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, Memiliki keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi vegetative dengan membentuk konidiospora. Contoh spesies dari kelas Deuteromycotina antara lain sebagai berikut (Schlegel, 1994) :
1. Microsporium
audoini, Trichophyton, dan Epidermophyton penyebab penyakit kurap dan panu.
2. Epidermophyton
floocosum penyebab penyakit kaki atlet.
3. Scelothium
rolfsii penyebab penyakit busuk pada tanaman.
4. Helmintorosporium
oryzae perusak kecambah dan buah.
2.2 Lichenes
Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi
dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut
ini hidup secara epifit pada pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar
kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi
(Yurnaliza, 2002).
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis
yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik
karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak
memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam
jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering
karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan
bisa hidup kembali (Yurnaliza, 2002).
Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan algae
sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut kerak
ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah
sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang
tinggi. Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam
pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian
pinggir batu (Misra, 1978).
Algae dan jamur bersimbiosis membentuk lichens baru jika bertemu
jenis yang tepat. Dimana sedikit banyak berpengaruh, seperti jamur tidak bisa
melakukan fotosintesis, kemampuan ini secara alami dilakukan secara bebas oleh
algae. Lichens biasanya ditemukan disekitar lingkungan dimana organisme lain
tidak dapat tumbuh dan mereka berhasil membuat suatu koloni pada lingkungan
tersebut yang dikarenakan oleh hubungan mutualisme antara algae dengan jamur
(Duta, 1968).
Sebagian besar lichens tumbuh secara ekstrim lambat – untuk tumbuh
2 cm saja, lichens yang tumbuh pada batu bisa menempuh waktu bertahun-tahun.
Pengukuran pertumbuhan lichens, berkisar antara 1 mm per tahun tetapi tidak
lebih 3 cm/tahun tergantung dari organisme yang bersimbiosis, banyaknya hujan
yang turun dan sinar matahari yang didapat, dan cuaca pada umumnya. Walaupun
lichens hidup tumbuh dialam pada kondisi yang tidak menguntungkan, lichens sangat
sensitif terhadap pencemaran udara dan cepat menghilang pada daerah yang
mempunyai kadar polusi udara yang berat. Salah satu yang menyebabkan ini
terjadi lichens dapat menyerap dan mengendapkan mineral dari air hujan dan
udara dan tidak dapat mengeluarkannya sehingga konsentrasi senyawa yang
mematikan seperti SO2 sangat mudah masuk (Misra, 1978).
Lichen merupakan simbiosis antara jamur
(mycobionts) dan alga atau cyanobacteria
(photobionts). Lichen dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu crustose,
foliose, dan fruticose. Lichen
tumbuh di batang pohon, tanah, batuan, dinding atau substrat lainnya dan dalam
berbagai macam kondisi lingkungan, mulai dari daerah gurun sampai kutub. Lichen
tumbuh sangat lambat, bahkan hanya beberapa sentimeter dalam setahun (Septiana,
2011).
2.2.1 Morfologi Thallus
a. Morfologi Luar
Tubuh lichens dinamakan thallus yang secara vegetatif mempunyai
kemiripan dengan algae dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu atau abu-abu
kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye, coklat atau merah
dengan habitat yang bervariasi (Misra, 1978).
Bagian tubuh yang memanjang secara selluler dinamakan hifa. Hifa
merupakan organ vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak
dikenal pada jamur yang bukan lichens. Algae selalu berada pada bagian
permukaan dari thallus. Berdasarkan bentuknya lichens dibedakan atas empat
bentuk (Misra, 1978):
v Crustose
Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium. Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
Lichens yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium. Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut leprose.
v Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobuslobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dan lainnya.
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobuslobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichens ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria elegans, Physcia aipolia, Peltigera malacea, Parmelia sulcata dan lainnya.
v Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia.
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia.
v Squamulose
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh: Psora pseudorusselli dan Cladonia carneola.
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh: Psora pseudorusselli dan Cladonia carneola.
b.
Morfologi Dalam (Anatomi)
Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis foliose, karena jenis
ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu (Misra,
1978) :
1.
Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma
dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin.
Bagian ini
2.
Daerah algae, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak
di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar.
Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc,
Rivularia dan Chrorella. Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut
lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
3.
Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu
bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke
segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal. Hifa pada bagian yang
lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan
tipis pada bagian ujungnya. Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu
untaian hubungan antara dua pembuluh.
4.
Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat
padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar
dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar
(rhizines). Ada beberapa jenis lichens tidak mempunyai korteks bawah. Dan
bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang
fungsinya sebagai proteksi.
2.2.2 Klasifikasi Lichens
Lichens memiliki klasifikasi yang bervariasi dan dasar dasar
klasifikasinya secara umum adalah sebagai berikut (Heddy, 1990):
1.
Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya:
·
Ascolichens
Cendawan
penyusunnya tergolong Pyrenomycetales, maka tubuh buah yang dihasilkan berupa
peritesium. Contoh : Dermatocarpon dan Verrucaria. Cendawan
penyusunnya tergolong Discomycetes. Lichens membentuk tubuh buah berupa
apothecium yang berumur panjang. Contoh : Usnea dan Parmelia.
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen algae dari famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin. Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus, Trentopohlia, Cladophora dan lainnya.
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen algae dari famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa gelatin. Genus dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa dan lain-lain. Dari Cholophyceae adalah : Protococcus, Trentopohlia, Cladophora dan lainnya.
·
Basidiolichens
Berasal dari jamur Basidiomycetes dan algae Mycophyceae.
Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae, dengan tiga genus Cora,
Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament yaitu : Scytonema dan tidak
berbentuk filamen yaitu Chrococcus.
·
Lichen Imperfect Deutromycetes
fungi, steril. Contoh : Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon, Normandia, dan
lainnya.
2.
Berdasarkan algae yang menyusun thalus:
·
Homoimerus
Sel algae dan hifa jamur tersebar merata pada thallus. Komponen
algae mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam Mycophyceae.
Contoh : Ephebe, Collema.
·
Heteromerous
Sel algae terbentuk terbatas pada bagian atas thallus dan komponen
jamur menyebabkan terbentuknya thallus, algae tidak berupa gelatin Chlorophyceae.
Contoh : Parmelia
Perkembangbiakan Lichenes
Perkembangbiakan Lichenes
2.2.3
Perkembangbiakan lichens
1. Secara
Vegetatif
·
Fragmentasi. Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan
bagian tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi
individu baru. Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen.
Pada beberapa fruticose lichens, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh
angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichens yang baru. Reproduksi
vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk
peningkatan jumlah individu (Bold,
1987).
·
Isidia. Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang
masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika
kondisinya sesuai.
·
Soredia. Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang
membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat
terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar
seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichens baru. Lichens yang baru
memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.
2. Secara Aseksual
Metode reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan spora yang
sepenuhnya bergantung kepada pasangan jamurnya. Spora yang aseksual disebut
pycnidiospores (Tjitrosoepomo, 1989).
Pycnidiospores berukuran kecil, sporanya yang tidak motil, dan
diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia. Pygnidia ditemukan pada
permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang
disebut Ostiole. Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana
jamur pygnidiospore berada pada ujungnya. Tiap pycnidiospore menghasilkan satu
hifa jamur. Jika bertemu dengan algae yang sesuai terjadi perkembangan menjadi
lichens yang baru (Tjitrosoepomo, 1989).
3. Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichens hanya terbatas pada pembiakan
jamurnya saja. Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok
jamur yang membangun tubuh lichens (Tjitrosoepomo, 1989).
2.3 Lumut
Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan
tingkat rendah yang termasuk kedalam divisi bryophyta,
termasuk tumbuhan darat sejati. Pada umumnya lumut menyukai tempat-tempat
yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tumbuhan ini sering disebut sebagai
tumbuhan perintis, karena lumut dapat tumbuh
dengan berbagai kondisi pertumbuhan di tempat
tumbuhan tingkat tinggi tidak bisa tumbuh.
Secara ekologi lumut memiliki peranan yang
sangat penting dalam menciptakan habitat primer dan sekunder setelah adanya
kerusakan lingkungan. Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan pertama
yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara
yang miskin. Setelah area ditumbuhi lumut, area
tersebut akan menjadi media yang cocok
untuk perkecambahan dan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Birsyam, 1992).
Dibandingkan dengan alga, jamur dan tumbuhan tingkat tinggi maka lumut merupakan golongan yang kecil. Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh ditempat-tempat lembab. Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gemetofit tetapi sporofit tidak pernah merupakan tumbuhan yang mandiri yang hidup bebas. Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit. Pada lumut, gametofitlah yang dominan (Birsyam,1992).
Bryophyta juga tergolong dalam epifit karena tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanaman lain, tetapi tiada yang menjadi parasit, sebagian besar tanaman ini termasuk tanaman yang tingkat hidupnya rendah. Bryophyta merupakan kelompok tumbuhan yang berhasil, dibuktikan oleh jumlahnya yang besar (sekurang-kurangnya 20.000 jenis) yang dikenal. Meskipun demikian, karena sistem pembuluhnya tidak pernah berkembang secara efisien, lumut ini tak mampu mencapai ukuran besar atau merupakan tumbuhan dominan daratan (Aslan,1998).
Tumbuhan lumut memiliki bentuk-bentuk unik yang bisa menjadi pembeda satu dengan lainnya. Beberapa struktur yang ada pada lumut tidak dimiliki oleh tumbuhan lain, begitu pula sebaliknya. Lumut termasuk kelompok tumbuhan dengan ketidakadaan jaringan vaskular. Meskipun beberapa jenis memiliki batang, tetapi tumbuhan ini tidak memiliki susunan jaringan pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Beberapa lumut ada yang memiliki daun dan sebagian tidak, tetapi hanya berupa hamparan tubuh yang disebut talus. Struktur talus yang seperti ini tidak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi (Heddy, 1990).
Dibandingkan dengan alga, jamur dan tumbuhan tingkat tinggi maka lumut merupakan golongan yang kecil. Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh ditempat-tempat lembab. Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gemetofit tetapi sporofit tidak pernah merupakan tumbuhan yang mandiri yang hidup bebas. Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit. Pada lumut, gametofitlah yang dominan (Birsyam,1992).
Bryophyta juga tergolong dalam epifit karena tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanaman lain, tetapi tiada yang menjadi parasit, sebagian besar tanaman ini termasuk tanaman yang tingkat hidupnya rendah. Bryophyta merupakan kelompok tumbuhan yang berhasil, dibuktikan oleh jumlahnya yang besar (sekurang-kurangnya 20.000 jenis) yang dikenal. Meskipun demikian, karena sistem pembuluhnya tidak pernah berkembang secara efisien, lumut ini tak mampu mencapai ukuran besar atau merupakan tumbuhan dominan daratan (Aslan,1998).
Tumbuhan lumut memiliki bentuk-bentuk unik yang bisa menjadi pembeda satu dengan lainnya. Beberapa struktur yang ada pada lumut tidak dimiliki oleh tumbuhan lain, begitu pula sebaliknya. Lumut termasuk kelompok tumbuhan dengan ketidakadaan jaringan vaskular. Meskipun beberapa jenis memiliki batang, tetapi tumbuhan ini tidak memiliki susunan jaringan pembuluh seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Beberapa lumut ada yang memiliki daun dan sebagian tidak, tetapi hanya berupa hamparan tubuh yang disebut talus. Struktur talus yang seperti ini tidak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi (Heddy, 1990).
Ciri khas yang dimiliki lumut adalah
sistem reproduksinya. Pada
tumbuhan lumut terdapat gametangia (alat-alat
kelamin) yaitu alat kelamin jantan disebut
anteridium yang menghasilkan spermatozoid dan
alat kelamin betina disebut arkegonium yang
menghasilkan ovum. Tumbuhan ini
memiliki generasi gametofit yang dominan, sedangkan pada tumbuhan
tingkat tinggi generasi gametofitnya tereduksi.
Generasi ini memiliki organ seks (antheridia dan arkegonia) dan
gamet (sperma dan sel telur). Generasi sporofit yang
menghasilkan spora tidak dapat hidup
sendiri sehingga tetap melekat pada gametofit.
Suplai air dan nutrisi bagi sporofit
sangat bergantung pada gametofit, sehingga
tumbuhan ini memiliki siklus hidup yang
berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi (Heddy, 1990).
Akar pada lumut sebenarnya tidak
ada, tumbuhan ini melekat dengan perantaraan
rhizoid (akar semu), oleh karena itu
tumbuhan lumut merupakan bentuk peralihan antara
tumbuhan ber-talus (talofita) dengan tumbuhan
ber-kormus (kormofita). Daun, batang atau
talusnya memiliki pori yang bisa mengalirkan
air, gas dan nutrisi ke sel-sel untuk
langsung dipergunakan. Pada beberapa jenis
terdapat modifikasi struktur daun yang
berfungsi untuk memperluas area penyerapan air atau
nutrisi. Lumut merupakan rumah bagi invertebrata yang
memiliki peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur
kelembaban ekosistem, karena kemampuannya dalam
menahan dan menyerap air. Para ahli sudah
mulai banyak meneliti komposisi zat yang
dikandung lumut, beberapa di antaranya mengandung senyawa antibiotik, dan zat
lain yang memiliki khasiat obat (Birsyam, 1992).
Seperti
kelompok tumbuhan lainnya, lumut memiliki
klorofil sehingga umumnya memiliki warna hijau
dan sifatnya autotrof. Tulang daun biasanya
ada pada kelompok lumut sejati (musci),
satu sampai dua tulang daun. Struktur
stomata seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi umumnya tidak ada, tetapi lumut
memiliki pori yang fungsinya hampir sama
seperti stomata. Perbedaannya pori selalu berada
dalam keadaan terbuka dan tidak bisa
menutup atau membuka seperti pada stomata (Aslan, 1998). Menurut
Tjitrosoepomo, (1989), berdasarkan habitat lumut ada dua yaitu:
1.
Lumut daun (musci); bentuk thallusnya seperti tumbuhan kecil yang
mempunyai batang semu tegak dan lembaran daun yang tersusun spiral. Baik batang
maupun daun belum memiliki jaringan pengangkut. Pada bagian dasar batang semu
terdapat rhizoid yang berupa benang halus dan berfungsi sebagai akar. Pada
bagian pucuk terdapat alat pembiakan seksual berupa anteredium dan arkegonium.
Contohnya : Spaghnum yang hidup di rawa dan merupakan komponen pembentuk
tanah gambut.
2.
Lumut hati (Hepaticae); bentuk thallusnya pipih seperti lembaran
daun. Pada permukaan ventral terdapat rhizoid dan pada permukaan dorsal
terdapat kuncup. Anteredium memiliki tangkai yang disebut anteridiofor dan
tangkai arkegonium disebut arkegoniofor. Lumut hati dapat dipakai sebagai indikator
daerah lembab dan basah.
Berdasarkan letak alat kelaminnya, lumut dibagi menjadi dua lumut
berumah satu (jika pada satu individu terdapat anteredium dan arkegonium) dan
lumut beruma dua (jika satu individu hanya terdapat anteredium saja atau
arkegonium saja, sehingga ada lumut jantan dan lumut betina) (Campbell, 2004).
Lumut ditemukan terutama di area sedikit cahaya / ringan dan
lembab. Lumut umum di area berpohon-pohon dan di tepi arus. Lumut juga
ditemukan di batu, jalan di kota besar. Beberapa bentuk mempunyai menyesuaikan
diri dengan kondisi-kondisi ditemukannya. Beberapa jenis dengan air, seperti
Fontinalis antipyretica, dan Sphagnum tinggal / menghuni rawa (Heddy, 1990).
Lumut
ditemukan tumbuh di batang-batang pohon, sedangkan di lantai hutannya yang selalu
tergenang air tidak ditemukan pertumbuhan lumut. pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhanlumut dipengaruhi
oleh beberapa faktordiantaranya kelembaban dan intensitas sinar matahari (Windadri,
2009).
2.4 Cangar
Cangar merupakan salah satu kawasan perbukitan yang terdapat
kawasan pengawasan dan pekayaan hayati hutan sebagai salah satu daerah ini
merupakan daerah pegunungan hutan yang suhunya masih rendah antara 18-20o ,
komponen biotik yang banyak ditumbuhi pohon besar dan banyak jenis jamur,
lichen serta lumut yang menjadi indikator bahwa daerah ini masih sangat alami
dan belum banyak terekploitasi, daerah Cangar merupakan kawasan pegunungan
hutan yang dijadikan area wisata alami serta sumber daya hayati dan juga
terdapat sumber air panas yang menjadi modal utama pemasokan pendapatan daerah
kota batu. Keberadaan hutan Cangar dengan berbagai macam komponen tumbuhan
merupakan ekosistem yang sangat penting bagi rantai makanan di kawasan tersebut.
BAB III
METODE
PENELITIAN
2.1 Waktu dan
Tempat
Kerja Kuliah Lapangan (KKL) ini dilaksanakan
pada hari minggu tanggal 09 November 2014 pada pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 16.00
WIB. Penelitian ini di
Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R.Soerjo Cangar Jawa Timur dan juga akan
diamati beberapa spesies yang telah di temukan.
3.2 Alat dan
Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan
dalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini
ada;ah sebagai berikut:
1.
Alat tulis 1
buah
2.
Alat dokumentasi (Foto dan Video) 1
buah
3.
Amplop atau plastic Secukupnya
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan langsung di ambil
dari Hutan Raya R.Soeryo Cangar yaitu:
1.
Jamur (Fungi) Secukupnya
2.
kerak (Lichen) Secukupnya
3.
Lumut (Bryophyta) Secukupnya
3.3 Cara Kerja
Langkah-langkah yang dilakukan
pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini adalah sebagai berikut:
1.
Dicari jamur, lichen dan lumut di Hutan Raya R.Soeryo Cangar
2.
Diambil jamur, lichen dan lumut yang ditemukan
3.
Didokumentasikan masing-masing dari spesies jamur, lichen dan lumut yang
sudah ditemukan
4.
Dimasukkan jamur, lichen dan lumut kedalam amplop atau plastic
5.
Diidentifikasi masing-masing spesies jamur, lichen dan lumut yang ditemukan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Polytrichum sp
4.1.1
Hasil Pengamatan
|
Gambar Pengamatan
|
Gambar literature
|
|
|
(Kuo, 2011)
|
Klasifikasi Polytrichum
sp
Kingdom:Plantae
Divisi:Bryophyta
Classis:Briopsida
Ordo:Polytricales
Familia:Polytrichaceae
Genus:Polytrichum
Spesies: Polytrichum sp (Aslan, 1998)
4.1.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan di Cangar, didapatkan bahwa Polytrichum sp memiliki bentuk
tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta
dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm, warna thallus pada Polytrichum
sp ini berwarna hijau dan habitatnya di zona amofibious, sedangkan bentuk
thallusnya filoida seperti jarum, Polytrichum ini lebih suka hidup di
pinggir sungai, tanah liat, batuan, kayu-kayu kering, lumpur dan gundukan
pasir. Biasa disebut lumut haicap atau lumut rambut, memiliki tangkai yang
tegak dan bercabang-bercabang, berupa thallus dan mempunyai tangkai sporangium
yang berbentuk lonjong bersifat elastis, membentuk koloni yang luas dan
membertuk benang dengan batang panjangnya 1-8 cm, batang ini tegak dan biasanya
tidak bercabang.
Polytrichum sp juga memiliki jaringan asimilasi dan jaringan
penyimpanan makanan jaringan pembuluh karena tanaman ini belum sejati,
selain itu memiliki tangkai yang tegak dan bercabang-becang, memiliki sporangium
yang berbentuk bulat lonjong, berkembangbiakan dengan menghasilkan spora ,
serta hidup di tempat lembab dan sedikit basah. Polytrichum juga di
kenal sebagai lumut jati sama seperti funari, Gennusi daminan adalah gametofit
strukturnya hampir sama dengan funaria, untuk gametofitnya dapat di bedakan
dari segi struktur seperti daun, batang dan akar. Batang dan daunnya berwarna
hijau (ada tulang daunnya) akarnya masih berupa akar halus rhizoid. Polytrichum
sp adalah tumbuhan diesus, antheridium dan arkegonium terdapat pada tumbuhan
berlainan, antheridium pada Polytrichum ini terdapat di pucuk tumbuhan
jantan, sedangkan arkegonium terdapat di pucuk tumbuhan betina, untuk saprofit
matang di beda kepada kaki, seta dan kaki, spora matang di bedakan dengan bantuan
alat penyebaran, untuk spora bercambah membentuk protonema (gametofit
muda) dan berkembang menjadi gametofi lengkap.
Berdasarkan hasil literatur menurut Indriani (2004) Polytrichum sp
secara morfologi tanaman ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman
tingkat tinggi, memiliki daun semu. Terdapat kaliptra seta yang merupakan
tangkai kaliptra serta rhizoid yang menyerupai akar. Kaliptra adalah ujung
spora yang menutupi sporangium, kapsul adalah tangkai yang mendukung arkegonium
dan antheridium, filoidnya adalah bagian lumut yang menyerupai daun, rhizoid
adalah bagian dari lumut yang berfungsi menyerap zat-zat hara, sporangium
adalah kotak spora. Pada sisi perut tulang daun seringkali
terdapat lamella yang membujur, Daunnya terdiri atas beberapa lapis sel. Lumut
berkembangbiak dengan spora, Spora tumbuh menjadi Protonema, kemudian menjadi
Tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut terbagi menjadi anteridium yang menghasilkan
sperma dan akegonoium yang menghasilkan ovum. Peleburan keduanya menghasilkan
zigot dan tumbuh menjadi embrio. Embrio terus tumbuh menjadi sporangium dan
menghasilkan spora.
Polytrichun termasuk bangsa Bryalas. Mempunyai gigi-gigi peristom
terdiri atas sel-sel utuh, tidak bergaris-garis. Lumut ini umurnya bisa lebih
dari satu tahun, daun-daun sempit, pada sisi perut tulang daun seringkali
terdapat lamella yang membujur. Kapsul spora tegak atau mendatar. Peristom
terdiri atas 32-64 gigi. Dari sudut letak sporogoniumnya termasuk yang bersifat
akrokarp. Selain spesies Pogonatum cirrhatum, juga terdapat spesies
Polytrichum commune dan Georgia pellucid (Tjitrosoepomo, 1989).
Secara
anatomi memiliki jaringan asimilasi dan jaringan penyimpanan makanan. Jaringan pembuluh yang belum terdapat karena
tanaman ini belum sejati. Tumbuhan ini memiliki alat kelamin berupa anteridium
dan arkegonium, pada musci alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau
pada ujung-ujung cabangnya. Dapat melakukan reproduksi aseksual dengan sel yang
disebut gemma (struktur seperti mangkuk yang terdapat di permukaan gametofit)
tubuhnya tersusun atas struktur berbentuk hati pipih disebut talus yang tidak
terdiferensiasi akar batang dan daun lumut hati. Secara seksual dengan
membentuk anteridium dan arkegonium. Secara aseksual, lumut hati melakukan
reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas
di permukaan gametofit. Struktur ini disebut gemma cup. Tumbuhan ini pada
umumnya habitatnya di daerah dinding atau berada pada daerah yang lembab.
Polytricum sp ini dapat digunakan sebagai bahan pembuat kasur yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta dapat di gunakan sebagai tanaman hias.
Selain itu manfaat lumut ini bagi manusia sebagai obat hepatitis atau radang
hati, dapat di gunakan sebagai bahan bakar (sphagnum) atau atap rumah.
Sedangkan manfaat bagi lingkungan mampu merobak struktur batu menjadi tanah,
berperan dalam ketersediaan air dan mencegah banjir dalam ekosistem hutan,
dapat juga di gunakan untuk menjaga tanah dari erosi dan kekeringan pada musim
kemarau.
4.2 Parmelia
sp
4.2.1 Hasil
Pengamatan
|
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
|
(Hasnunidah, 2009)
|
Klasifikasi parmelia sp
Kingdom: Plantae
Divisio: Thallophyta
Class: Ascolichenes
Ordo: Discomycetales
Family: Discomycetaceae
Genus: Parmelia
Species: Parmelia sp (Misra, 1978)
4.2.2 Pembahasan
Pengamatan
pertama kami mengamati lichenes, di sini kami mengamati lumut kerak pada pohon
yaitu Paramelia acetubulum Bentuk talus lembaran – lembaran seperti kulit nya hidup pada pohon dan batu – batu dan bertalus.
Kebanykan
cendawan yang menyusun Lichenes tergolong ke dalam Ascomycetes terutama
Discomycetes, dan kadang-kadang Pyrenomycetales, dan Basidiomycetes. Kebanyakan
cendawan tertentu bersimbiosis dengan ganggang tertentu pula. Bentuk-bentuk
Lichenes ditentukan berdasarkan materi genetik pasangan fungi, bergabung dengan
photobiont untuk perkembangan bentuknya di bawah kondisi yang tepat. Lichenes
tunggal dapat berkembang menjadi dua bentuk yang sangat berbeda ketika
bergabung dengan ganggang hijau atau cyanobacteria.
Beberapa Lichenes ada yang seperti
batang (Foliose lichenes) lainnya menjadi penutup seperti cover dasar seperti
kulit kering/ kerak (Crustase lichenes), ada yang seperti mengadopsi bentuk
semak-semak (Fructicose lichenes) dan ada yang seperti agar-agar. Bentuk
Lichenes pada Parmelia acetabulum ialah; Schrubby lichenes merupakan tipe
Lichenes yang tumbuh tegak/lurus dan bercabang banyak dan kelihatan seperti
semak belukar. Alat tambahan untuk lapisan bawah bermacam-macam dari yang
memiliki pegangan yang kuat ke badan, beberapa diantaranya tampak seperti lumut
menggantung yang lurus berumbi (Misra, 1978).
Warna Lichenes berbeda-beda
tergantung pada pigmen-pigmen khusus yang menyusun, meskipun tidak ada pigmen,
Lichenes biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan. Ketika Lichenes
basah, lapisan luarnya menjadi lebih transparan dan lapisan photobiont yang
mendasari menjadi tampak, membuat Lichenes abu-abu atau coklat berubah menjadi
warna hijau muda atau hijau pudar. Macam-macam pigmen yang terang terdapat di
lapisan luar adalah asam usnic kuning muda yang tersebar luas. Tetapi
pigmen-pigmen yang lain menghasilkan macam-macam Lichenes yang kuning, orange
atau merah. Warna-warna yang berbeda dalam spesies tergantung pencahayaan,
genetik, usia, dan lainnya (Tjitrosoepomo, 1989).
Lichenes memiliki klasifikasi yang
bervariasi dan dasar klasifikasinya secara umum dan pada Parmelia
acetabulum, berdasarkan
Komponen Cendawan yang menyusunnya termasuk ascholichen.
Jika cendawan yang menyusunnya tergolong dalam Phyrenomycetales, maka tubuh
buah yang dihasilkan berupa peritesium, misalnya Dermatocarpon dan Verrucaria.
Jika cendawan penyusunnya tergolong dalam Discomycetales, Lichenes membentuk
tubuh buah yang berupa apotesium. Berlainan dengan Discomycetales yang hidup
bebas yang apotesiumnya hanya berumur pendek. Apotesium pada Lichenes ini
berumur panjang, bersifat seperti tulang rawan dan mempunyai askus yang
berdinding tebal. Dalam golongan ini termasuk Usnea (rasuk angin) yang
berbentuk semak kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohonan di hutan apalagi
di daerah pegunungan (Tjitrosoepomo, 1989).
Sedangkan berdasarkan alga yang
menyusun tallus termasuk Heteromerous. Sel alga terbentuk terbatas pada bagian
atas tallus dan komponen jamur menyebabkan terbentuknya tallus, alga tidak
berupa gelatin Chlorophyceae. Dan
berdasarkan Tipe Tallus dan Kejadiannyatermasuk Crustose atau Crustaceous merupakan lapisan kerak atau kulit yang
tipis di atas batu, tanah atau kulit pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu,
Lecanora dan Graphis pada kulit kayu. Mereka terlihat sedikit berbeda antara
bagian permukaan atas dan bawah.
Pada Lichenes, antara fungi dan
Algae diberikan tafsiran yang berbeda-beda. Ada yang menafsirkan sebagai
mutualisme, karena dipandang keduanya dapat memperoleh keuntungan dari hidup
bersama itu. Misal, ganggang memberikan hasil-hasil fotosintesis terutama yang
berupa karbohidrat kepada cendawan, dan sebaliknya cendawan memberikan air dan
garam-garam kepada ganggang. Dapat juga hubungan antara ganggang dan jamur itu
dianggap sebagai suatu helotisme. Keuntungan yang timbal balik itu hanya
sementara, yaitu pada permulaannya saja, tetapi akhirnya ganggang diperalat
oleh cendawan –menyerupai hubungan majikan dengan budak (heloot) (Sulisetjono, 2012).
Beberapa
bukti bahwa simbiosis Lichenes merupakan bentuk parasitisme untuk sel-sel
Algae, dimana pasangan photosintesis dapat berada di alam secara bebas berdiri
sendiri, tetapi tidak sebaliknya. Sel-sel photobiont dimusnahkan secara terus
menerus pada saat pertukaran nutrisi. Penggabungan ini mampu berlanjut karena
sel-sel photobiont dihasilkan lebih cepat daripada yang dihancurkan. Pada
umumnya, simbiosis Lichenes lebih dipertimbangkan untuk keberhasilan pertumbuhan
dan perkembangbiakan dari fungi. Untuk sebagian Algae, simbiosis mungkin suatu
keharusan untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan pada yang lainnya kadang tidak
bermanfaat bagi Algae. Nah, inlah yang menjadi kontroversi apakah simbiosis
Licehenes menjadi sebuah hubungan yang mutualisme atau parasitisme (Sulisetjono, 2012).
4.3 Coltricia
perennis
4.2.3 Hasil
Pengamatan
|
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
|
(Gunawan, 1999)
|
Klasifikasi Coltricia perennis
Kingdom: Fungi
Phylum: Basidiomycota
Class: Agaricomycetes
Order:
Polyporales
Family:
Polyporaceae
Genus: Coltricia
Species: Coltricia
perennis (Suranto, 2002)
4.2.4 Pembahasan
Pada
pengamatan dan pengambilan
sampel di Tahura R. Soeryo, didapatkan sampel
1 jenis jamur
dari genus Coltricia
yang merupakan famili Polyporaceae. Coltricia
perennis memiliki tubuh
buah datar atau
berbentuk corong, tipis, tekstur
seperti kulit, permukaannya
seperti beludru, bergaris-garis konsentris, berwarna putih
kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian tepi
tubuh tipis dan bergelondong.
Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris.
Permukaan bawah himenium berpori. Jamur ini tidak dapat dikonsumsi. Habitatnya
tumbuh soliter atau bergerombol pada kayu lapuk. Hasil identifikasi di atas
sesuai dengan penelitian yang telah di laksanakan oleh Gunawan (1999), yaitu tubuh
buah datar atau
berbentuk corong, tipis, tekstur seperti
kulit, permukaannya seperti
beludru, bergaris-garis konsentris, berwarna putih kecoklatan atau
abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian tepi tubuh tipis dan bergelondong.
Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris. Permukaan bawah himenium berpori.
Spora berukuran 5-10 x 3,5-6 mikron,
kuning, elips, licin. Edibilitas :
tidak dapat dikonsumsi.
Habitat : tumbuh
soliter atau bergerombol pada
kayu lapuk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengmatan yang dilakukan di Taman
Hutan Raya R.Soerjo ditemukan spesies-spesies berikut:
1. Polytrichum
sp.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan di Cangar, didapatkan bahwa Polytrichum sp memiliki bentuk
tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta
dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm, warna thallus pada Polytrichum
sp ini berwarna hijau. Lumut rambut,
memiliki tangkai yang tegak dan bercabang-bercabang, berupa thallus dan
mempunyai tangkai sporangium yang berbentuk lonjong bersifat elastis, membentuk
koloni yang luas dan membertuk benang dengan batang panjangnya 1-8 cm, batang
ini tegak dan biasanya tidak bercabang.
Reproduksi aseksual dengan sel yang disebut
gemma (struktur seperti mangkuk yang terdapat di permukaan gametofit) tubuhnya
tersusun atas struktur berbentuk hati pipih disebut talus yang tidak
terdiferensiasi akar batang dan daun lumut hati. Secara seksual dengan
membentuk anteridium dan arkegonium. Secara aseksual, lumut hati melakukan
reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas
di permukaan gametofit.
2. Parmelia sp.
Berwarna hijau
muda, bentuk talusnya yaitu foliose memiliki bentuk seperti daun, pipih
melebar, berkerut bergelombang, melekat pada substrat melalui rhizin. Aksospora sebagai alat reproduksi secara seksual. Sedangkan
untuk reproduksi aseksualnya terdapat soredia, dimana soredia ini mudah terbawa
air atau udara sehingga ketika soredia tersebut terbawa air atau udara dan
menemukan tempat yang cocok maka akan tumbuh individu baru. Pembelahan
aseksualnya terjadi pada medulla melalui soredium. Soredium dan askus ini
terdapat di atas misselium.
3. Coltricia
perennis
Coltricia perennis memiliki tubuh
buah datar atau
berbentuk corong, tipis, tekstur
seperti kulit, permukaannya
seperti beludru, bergaris-garis konsentris, berwarna putih
kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian tepi
tubuh tipis dan bergelondong. Stipe
pendek 1 hingga 3 cm, silindris.
5.2 Saran
Sebelum melalukan perjalanan menuju lokasi
penelitian akan lebih baik jika
transportasi di Check dan
diperbaiki agar tidak terulang kejadian kendaraan mogok yang mengakibatkan
perjalanan tertunda. Selain
itu sangatlah bijak, bila asisten turut membantu praktikan dalam mengidentifikasi spesies yang
diperoleh agar praktikan tidak mengalami kesulitan pada saat mengerjakan
laporan. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan,
Ahmad.1998. Taksonomi Tumbuhan Rendah. Bogor:Citra Karya
Birsyam,Inge.2004. Botani
tumbuhan Rendah. Bandung
: Biologi FMIP ITB
Bold, H.C., C.J. Alexopoulus, T. Delevoryas, 1987. Morphology of
Plants and Fungi. Fifth edition. Harper and
Row Publishers. New York
Campbell, Neil A. 2000. Biologi
Edisi 5. Jakarta
: PT Gelora Aksara Pratama
Campbell. 2004. Biologi Jilid 2 . Jakarta: Erlangga
Duta, A.C. 1968. Botany for Degree Stuudens. Oxford
University Press: Bombay-Calcuta-Madras
Heddy, Suwasono. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta ; Rajawali
Pers
Gunawan, AW. 1999. Usaha Pembibitan Fungi. Jakarta: Penebar
Swadaya
Hasnunidah, Neni.2009.Botani Tumbuhan Rendah.
Bandarlampung: Unila
Indriani,
Hety dan Sumiarsih, Emi. 1997. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput
Kuo,
M. (2011, February). Parasola plicatilis.
Retrieved from http: //www.mossesexpert.com/polytrichum_sp.html
Misra, A. ,R.P.
Agrawal. 1978. Lichens (A Preliminary Text). Oxford and IBH Publishing
Co. New York-Bombay-Calcuta
Pelczar, J
Michael. 2008. Dasar-dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia
Saptasari,
Murni. 2002. Botani Tumbuhan Rendah: Jamur. Malang: UM Press
Septiana, Eris. 2011. Potensi Lichen Sebagai Sumber Bahan Obat: Suatu Kajian Pustaka Prospect Of Lichen As A Medicinal Resource: A Literature Review. Jurnal
Biologi XV (1) : 1 - 5 ISSN : 1410 5292
Schlegel dan
Schmidt, 1994. Mikrobiologi Umum Edisi ke Enam. Yogyakarta: UGM Press
Sulisetjono. 2012. Jamur.
Malang: Jurusan Biologi UIN Malang
Suranto. 2002. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Agromedia
Pustaka
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi
Tumbuhan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Windadri,
Florentina Indah. 2009. Keragaman Lumut
Di Resort Karang Ranjang, Taman
Nasional Ujung Kulon, Banten. J. Tek. Ling. Vol. 10. No. 1
Yurnaliza .2002. Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan). Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Dokumentasi Gambar
1. Gambar Jamur
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Gambar
Lichenes
|
|
|
|
|
|
|
|
3. Gambar Lumut
|
|
|
|
|
|
4.
Lokasi KKL (Taman Hutan Raya R. Soerjo,
Cangar- Batu Malang
|
|
|