LAPORAN
PENGUJIAN MUTU BENIH JARAK KEPYAR (Ricinus communis L.) DAN WIJEN (Sesamum indicum L.)

Laporan ini disusun sebagai bukti telah mengadakan pengujian mutu benih Jarak Kepyar(Ricinus communis L.) dan benih Wijen(Sesanum indicum L.) saat PKL di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan(BBP2TP) Surabaya

Pembimbing Lapang:
1.      Eko Purdyaningsih, S. P, M. Agr.
2.      Sri Rahayu, S. P
3.      Nur Fatimah, S. TP


Disusun Oleh
Ismi Anni Aslikhah
13620055


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
MALANG
2016
LAPORAN PKLI
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2015/2016

PENGUJIAN MUTU BENIH JARAK KEPYAR(Ricinus communis L.) DAN WIJEN(Sesamum indicum L.)






Oleh
Ismi Anni Aslikhah (NIM. 13620055)





Telah disetujui dan disyahkan
Pada tanggal …, ……… 2016


Pembimbing Fakultas
a.n. Pembimbing Lapangan






Muhammad Asmuni Hasyim, M.Si
Eko Purdyaningsih, S.P, M.Agr
NIP.-
NIP. 19731022 200312 2 001





BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Allah berfirman dalam surah Al-Anam ayat 99, sebagai berikut:
Artinya: “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak, dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun angur , dan(Kami keluarkan pula) Zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya diwaktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda(Kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman“(QS. Al-Anam:99).

Ayat diatas terdapat kalimat “Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh tumbuhan” yang dapat dipahami bahwa ditumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan air. Kemudian dikeluarkan dari tanam-tanaman tersebut butir-butir yang banyak, butir butir disini bisa diartikan atau dimaknai sebagai biji. Biji-biji tersebut akan dipilih kembali untuk dijadikan benih (alat perkembang biakan generatif). Kemudian pada akhir ayat juga menyatakan bahwa yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang beriman. Maka sebagai orang yang beriman sudah seharusnya mempelajari segala tanda-tanda yang telah diberikan oleh Allah untuk mempertebal keimanan. Salah satu caranya dengan pengujian mutu benih ini.
Sebagai mana menurut Sadjad (1999), benih merupkan simbol dari suatu permulaan, yang merupakan inti dari kehidupan di alam semesta dan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari kehidupan tanaman. Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman. Pada konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju.
Beberapa tumbuhan yang menggunakan benih sebagai alat perkembangbiakan generatifnya sangat banyak, diantaranya adalah tanaman perkebunan. Diantaranya ada kakao, kopi, tembakau, kapas, kenaf, wijen, jarak kepyar, dan sebagainya. Wijen merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan. Selain karena menjadi salah satu komoditi yang dapat dikonsumsi, wijen juga mempunyai banyak manfaat lain. Sebagai mana Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya, yang artinya “Dari Zaid bin Arqam, Rasulullah SAW pernah menggambarkan tentang minyak zaitun, wars atau wijen sebagai obat sakit pinggang”(HR. At-Tirmidzi). Berdasarkan hadits tersebut diketahui bahwa wijen mempunyai manfaat sebagai pereda sakit pinggang, manfaat lain dari wijen adalah dapat mencerahkan kulit dan sebagainya.
Kemudian dalam masa yang modern ini banyak masalah yang dihadapi, salah satunya adalah kebutuhan energi yang kian lama kian meningkat. Peningkatan kebutuha energi tersebut tak sejalan dengan laju produksi energi yang terbatas. Berbagai penelitian untuk mendapatkan sumber energi yang terbarukan banyak digalakan. Dipelopori oleh Dr. Robert Manurung dari ITB sejak tahun 1997 dengan fokus ekstraksi minyak dari tanaman jarak. Kemudian pada tahun 2004, penelitian ini mendapat dukunga dari Mitsubidi Research Institute(Miri) dan New energy and Industrial technology Development Organization(NEDO) dari jepang. Menanggapi krisis BBM ini pemerintah mulai menggali sumber-sumber energi alternatif. Minyak jarak ini pun mulai mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Kemudian didukung oleh pernyataan direktur pertamina yang siap menampung minyak jarak dari masyarakat untuk diproses lebih lanjut sebagi biodiesel, akan lebih membuka peluang pemanfaatan tanaman jarak. Sehingga budidaya jarak yang berkualitas diperlukan.
Mengingat bahwa jarak dan wijen dikembangbiakan, salah satunya dengan benih. Maka faktor benih sangat menentukan keberhasilan produksi. Suatu fenomena yang terjadi bahwa kebanyakan benih–benih saat ini memiliki daya viabilitas serta vigor benih tidak sejalan dengan apa yang diharapkan untuk mampunya benih itu tumbuh. Petani sering dirugikan dengan kondisi benih dengan kualitas yang sangat rendah, sehingga berdampak pada biaya budidaya yang lebih tinggi yang tidak sebanding dengan hasil produksi pada akhirnya.
Menurut Sutopo (2010), benih dengan mutu tinggi sangat diperlukan karena merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimal. Mutu benih mencakup pengertian : (1) Mutu genetik yaitu penampilan benih murni dari spesies atau varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetik  dari tanaman induknya, mulai dari benih penjenis, benih dasar, benih pokok sampai benih sebar. (2) Mutu fisiologis yaitu menampilkan kemampuan daya hidup atau viabilitas benih yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih. Serta (3) Mutu fisik merupakan penampilan benih secara prima bila dilihat secara fisik, antara lain dari ukuran dan homogen, bertunas, bersih dari campuran benih lain, biji gulma dan dari berbagai kontaminan lainnya, serta kemasan  yang menarik.
Benih yang dikatakan memiliki daya pertumbuhan baik adalah benih dengan viabilitas mencapai 80% ke atas. Benih dengan viabilitas tinggi tentunya memiliki daya vigor benih yang kuat, karena didukung oleh komponen cadangan makanan dalam biji yang cukup untuk menopang pertumbuhan awal dari biji sebelum memperoleh makanan dari dalam tanah.
Untuk dapat mengetahui hal–hal tentang viabilitas dan daya vigor benih tentunya harus dilakukan dengan sebuah penelitian. Pengujian benih sangat penting, untuk benih–benih yang akan dipasarkan untuk dibudidayakan oleh petani, sebab benih yang akan diedarkan kepada konsumen (petani) harus benih yang baik (mutu genetik, fisik, dan fisiologis). Benih merupakan benda hidup yang mempunyai sifat genetis dan fisiologis sehingga perlu penanganan secara sungguh-sungguh agar tidak cepat mati atau tidak tumbuh dan kemurniannya tetap terjaga, yang diperlihatkan oleh pertumbuhannya yang seragam dan produktivitasnya sesuai dengan deskripsi. Kondisi benih yang beredar di Indonesia sangat variatif tingkat mutunya, seperti mutu tidak sesuai standar, kadaluarsa dll, sehingga sangat merugikan petani. Berdasarkan pemaparan dia atas maka perlu diadakan pengujian mutu benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan Wijen (Sesamum indicum L.).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, di rumusan masalah dari pengujian ini adalah:
1.      Berapakah prosentase kemurnian fisik benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L.)?
2.      Berapakah prosentase kadar air dari benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L.)?
3.      Berapakah prosentase daya berkecambah benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L.)?
1.3.Tujuan
Tujuan dari pengujian ini, yang didasarkan pada rumusan masalah adalah:
1.      Untuk mengetahui prosentase kemurnian fisik benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L.).
2.      Untuk mengetahui prosentase kadar air dari benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L).
3.      Untuk mengetahui prosentase daya berkecambah benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Senamum indicum L).
1.4. Manfaat
Pengujian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat teoritis
a.       Hasil pengujian yang didapat diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penguji pada khususnya.
b.      Hasil pengujian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan acuan untuk menentukan mutu suatu benih.


2.      Manfaat praktis
a.       Hasil pengujian ini akan menyajikan informasi mutu benih jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan wijen (Sesamum indicum L.) dari pengujian yang telah dilakukan.
b.      Hasil pengujian ini akan memberikan keterangan tentang mutu suatukelompok benih yang digunakan untuk keperluan sertifikasi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1.   Botani
1.     Jarak Kepyar(Ricinus comunis L.)
Jarak kepyar (Ricinus communis L.) merupakan perdu berumur panjang. Jarak kepyar juga dikenal di Sunda sebagai jarak kaliki, di Makasar terkenal dengan nama tanggang-tanggang raja, di Bugis sebagai peleng kaliki (Prihandana & Hendroko, 2006). Jarak kepyar mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kongdom : plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Ricinus
Spesies : Ricinus communis L.
Jarak kepyar(Ricinus communis L.) mempunyai akar tunggang. Batangnya berbentuk silindris beruas, tegak, lunak, berwarna coklat kebiru-biruan, bagian dalam berlubang, permukaan halus, percabangan simpodial, arah cabang miring ke atas (Prihandana & Hendroko, 2006).
Gambar 1. batang jarak kepyar  (Kusdianti, 2005)
Daun dari jarak kepyar (Ricinus communis L.) merupakan daun tunggal yang tersusun berseling (Alternate), saat muda berwarna ungu, saat tua berwarna hijau tua, panjang nya 10-45 cm, dengan lebar 20-45 cm, tepi bergerigi(Seratus), pertulangan menjari(palmate), bercangap menjari 5-7 cangap, permukaan mengkilat (Prihandana & Hendroko, 2006).

Gambar 2. daun jarak kepyar (Kusdianti, 2005)
Jarak kepyar (Ricinus communis L.) ini mempunyai bunga majemuk, berbentuk tandan (rasemus), muncul diujung batang (terminalis), kelopak bunga berwarna hijau, mahkota bunga berwarna merah muda kadang merah.
Buah dari jarak kepyar (Ricinus communis L.) berbentuk kotak (capsula), berlekuk 3, berduri pada permukaannya, panjang buah ±3 cm, warna dari buah jarak kepyar (Ricinus communis L.) ini hijau pada saat muda dan hitam pada saat tua (Prihandana & Hendroko, 2006).
Gambar 3. buah jarak kepyar (Kusdianti,2005)
Biji dari jarak kepyar(Ricinus communis L.) ini berbentuk lonjong berwarna coklat dengan bintik hitam, berbuah setelah 2-3 tahun. Biji digunakan sebagai alat perkembang biakan generatifnya (Prihandana & Hendroko, 2006). Selain itu biji tanaman ini juga di olah sebagai biodiesel (Hambali, 2009).
Gambar 4. biji jarak kepyar (Kusdianti, 2005)
2.           Wijen(Sesamum indicum L.)
Gambar 5. Wijen (Sesamum indicum L.) (Marsum, 2010)
Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5-2.0 m. Tanaman wijen (Sesamum indicum L.) berbentuk semak berumur 4-1 tahun (Juanda & Cahyono, 2005). Secara taksonomi tumbuhan wijen  mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kongdom : plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Scrophulariales
Famili: Pedaliaceae
Genus: Sesamum
Spesies : Sesamum indicum L.
Tanaman wijen (Sesamum indicum L.) berakar tunggang, pada akar lateralnya tumbuh akar rambut cukup banyak. Sistem perakaran wijen berbeda antar varietas yang satu dengan yang lainnya. Pada varietas yang tak bercabang, perakaran cederung berkembang ke arah dalam, sedang untuk jenis bercabang perakaran cenderung menyebar (Weiss, 1971).
a b
Gambar 6. akar wijen (b) bercabang dan (a) tidak bercabang (Masrum, 2010)
Batang wijen (Sesamum indicum L.) sedikit berkayu, tumbuh tegak, berlekuk empat, berbulu halus, dan umumnya bercabang. Berdasarkan tempat kedudukan cabang wijen (Sesamum indicum L.) dapat digolongka menjadi dua macam yaitu: cabang terbentuk mulai dari bawah dan yang terbentuk setelah tanaman agak tinggi. Warna batang dan cabang dari kuning sampai ungu (Weiss, 1971).
Daun wijen (Sesamum indicum L.) umumnya mempunyai susunan berselang-seling, dengan bentuk dan ukuran antara daun bawah, tengah dan atas berbeda. Panjang antara 3-17.5 cm, lebar antara 1-7 cm, panjang tangkai daun 1-5 cm. Daun bawah bawah berhadapan dan bertangkai panjang, bentuk agak lebar, bagian tengah lebar, seringkali berlekuk, sedangkan daun bagian atas berbentuk lanset. Pada permukaan bawah daun berbulu. Kedudukan daun umumnya meggantunng, tetapi ada juga yang tegak dan horisontal. Warna daun bervariasi dari hijau, hijau tua, sampai keunguan (Weiss, 1971).
Gambar 7. daun wijen(Masrum, 2010)
Bunga wijen (Sesamum indicum L.) tumbuh pada ketiak daun baik pada batang maupun cabang. Setiap ketiak biasanya hanya menghasilkan 1-3 bunga yang bertangkai pendek dengan nektar pada dasar bunga. Kelopak bunga kompak, terletak bagian basal bunga. Mahkota bunga bentuknya menyerupai terompet, ada lima buah lekukan yang saling menyatu. Kedalaman lekukan tidak sama tergantung varietas, dan ada pula yang tanpa lekukan. Mahkota bunga berbulu terutama pada permukaan luar. Warna mahkota bunga bervariasi, biasanya putih sampai ungu. Pada permukaan bagian dalam terdapat bintik-bintik merah. Tanaman yang berbunga gelap akan menghasilkan biji yang berwarna gelap pula (Weiss, 1971).
Benang sari wijen (Sesamum indicum L.) berjumlah lima, menempel pada tabung mahkota bunga, empat diantaranya fertil, dan terdapat satu yang steril. Keempat benang sari yang fertil tersebut tersusun berhadapan, sepasang diantaranya lebih pendek dari yang lain (Weiss, 1971).
Buah wijen (Sesamum indicum L.) berbentuk kapsul atau polong, dindingnya terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar tersusun atas sel-sel parenkim dan lapisan dalam tersusun atas serat-serta panjang. Lokul (ruang polong yang menjadi tempat kedudukan biji) berjumlah 4 atau 8, tergantung pada varietasnya. Bentuk dan ukuran kapsul bervariasi, biasanya yang berlokul 4 lebih panjang dan lebih kecil dari yang berlokul 8 (Weiss, 1971).
Gambar 8. letak buah pada batang wijen (Masrum,2010)
Biji wijen (Sesamum indicum L.) berukuran kecil, oval dan salah satu ujungnya runcing. Berat 1000 biji bervariasi antara 2-4 gram. Kulit biji umumnya halus dan ada beberapa varietas yang berkulit kasar. Makin kasar kulit biji kandungan minyak makin rendah. Warna kulit biji bervariasi tergantung varietasnya yaitu putih, kuning, coklat, abu-abu dan hitam. Warna kulit biji juga berpengaruh pada kandunga air, minyak, albumin, dan karbohidrat, serat kasar dan abu pada bijinya (Weiss, 1971).
Gambar 9. biji wijen (Masrum, 2010)
2.2.   Pengujian mutu benih
a.      Uji kemurnian fisik benih
Kemurnian benih diartikan sebagai komposisi dari suatu lot benih tertentu. Hal itu didasarkan pada penentuan atau determinasi fisik komponen-komponen yang ada dan termasuk persentase dari berat: (1) benih murni, (2) benih tanaman lain, (3) benih gulma, dan (4) bahan atau benda mati. Benih murni adalah bagian dari sampel yang dikerjakan, yang diwakili oleh spesies tanaman yang sedang diuji; yang pada kondisi yang sebenarnya, termasuk persentase masing-masing spesies tanaman yang ada dengan konsentrasi kurang dari lima persen. Biji gulma menunjukkan persentase keberadaan dari biji-biji tanaman yang disebut gulma. Kadang-kadang susunan ini dapat benar-benar subjektif, sehingga mungkin suatu tumbuhan dianggap sebagai tanaman budidaya di suatu negara tetapi dianggap sebagai gulma di tempat lain. Benda mati didefinisikan sebagai bagian dari suatu sampel yang bukan benih, biasanya tersusun atas patahan batang, batu-batu kecil, tetapi dapat juga pecahan-pecahan benih, biji-biji rusak, atau biji tanaman yang belum masak atau biji-biji gulma yang bukan termasuk dalam kriteria sebagai benih yang dimaksud. Kriteria untuk perbedaan ini pasti dan ditentukan dalam aturan untuk pengujian (Copeland, 1976).
Pengujian benih khususnya dalam pengujian kemurnian benih merupakan kegiatan menelaah tentang kemurnian fisik komponen benih termasuk presentase berat benih murni (Pure seed) yang meliputi semua varietas dari setiap spesies yang diakui sebagaimana yang dinyatakan oleh pengirim atau yang ditemukan dalam pengujian laboratorium (Justice, 2002).
Komponen yang dianalisis adalah komponen benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih. benih tanaman lain dapat terdiri dari benih spesies lain, benih varietas lain, dan biji gulma. Sedangkan kotoran benih dapat berupa pasir, tanah, dan potongan dari bagian tanaman. Kotoran benih tercampur dalam benih murni pada saat perontokan, prossesing dan pengemasan.
Benih murni adalah benih yang sesuai dengan pernyataan pengirim atau secara dominan ditemukan didalam contoh benih termasuk benih-benih varietass lain dalam jenis tanaman tersebut, misalnya (Pujiasmanto, 2000);
1.      Benih utuh, benih muda, benih berukuran kecil, benih mengkerut dan benih yang sedikit rusak.
2.      Benih terserang penyakit atau benih yang mulai berkecambah, tetapi benih tersebut masih bisa dikenali sebagai benih yang dimaksut. Jika sudah berubah karena adanya selerotia, smutt balls atau metode balls  maka termasuk kotoran benih.
3.      Pecahan benih yang kurang besar dari ½ ukuran semula. Khusus famili tertentu yang dapat terkelupas kulit benihnya termassuk dalam kotoran benih. Pada kacang-kacangan jika kotiledonnya terpisah termasuk kriteria benih yang rusak atau kotoran benih.
4.      Unit-unit kumpulan benih (multiple seed unit)
5.      Unit benih (seed Unit)
Benih tanaman lain (benih varietas lain) adalah benih tanaman yang selain dimaksutkan oleh pengirim. Penentuan benih varietas lain sebagai kotoran benih sama dengan pada penentuan benih murni (Pujiasmanto, 2000).
Kotoran benih yang dimaksut adalah semua bahan yang bukan biji termasuk semua pecahan biji yang tidak memenuhi persyaratan baik dari komponen benih murni, spesies atau varietas lain maupun benih gulma. Kotoran yang biasa tercampur dalam benih adalah tanah, pasir, kerikil, potongan bagian-bagian tanaman seperti sekam, jerami, ranting, daun, dan sebagainya (Sutakaria, 1985).
Faktor kehilangan yang diperoleh <5%, jika terdapat kehilangan berat >5% dari berat contoh kerja awal, maka analisis kemurnian harus diulang dengan menggunakan contoh kerja baru. Jika faktor kehilagan 5% maka analisis kemurnian tersebut diteruskan dengan menghitung prosentase ketiga komponen tersebut. Penentuan kemurnian dilakukan untuk mengetahui prosentase ketiga komponen tersebut. Kemurnian ditentukan berdasarkan prosentase berat masing-masing komponen terhadap berat awal contoh kerja. Pemurnian benih bertujuan membuang benih spesies lain yang berada dalam spesies yang diproduksi dan bahan-bahan pengotor dan memilih benih murni dari benih-benih yang tidak sehat lainnya (Purnomo, 2010).
b.      Uji kadar air benih
Penentuan kadar air benih dari suatu kelompok benih sangat penting untuk dilakukan. Karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Di dalam batas tertentu,makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup benih tersebut (Sutopo, 1988).
jumlah air dalam suatu benih merupakan kadar airnya, yang diukur berdasarkan berat basah atau berat kering benihnya. Bila kadar air benih diberikan berdasarkan berat basahnya, maka jumlah airnya merupakan persentase dari berat benih sebelum airnya dihilangkan. Bila kadar air benih dinyatakan berdasarkan berat keringnya, maka jumlah airnya merupakan persentase berat benih setelah airnya dihilangkan. Selama perkembangan, pemasakan, dan pematangan, kadar air benih menurun perlahan-lahan hingga benih yang dipanen akhirnya mengering sampai batas yang tidak ada lagi penurunan kelembaban, karena kadar airnya telah mencapai keseimbangan dengan kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya. Bila terjadi perubahan selanjutnya pada kadar air (Justice dan Louis,1990).
Kadar air benih ialah berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam presentase terhadap berat awal contoh benih. Kadar air benih mempunyai peranan yang penting dalam penyimpanan benih. Kadar air benih dapat memacu proses respirasi benih sehingga akan meningkatkan perombakan cadangan makanan benih, akibatnya benih akan kehabisan cadangan makanan pada saat diperlukan untuk berkecambah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian kadar air benih ini adalah:
1.      Contoh kerja yang digunakan merupakan benih yang diambil dan ditempatkan dalam wadah yang kedap udara.
2.      Pengujian kadar air ini harus dilakukan sesegera mungkin, selama penetapan diusahakan agar contoh benih sesedikit mungkin berhubungan dengan udara luar.
Ada dua metode dalam pengujian kadar air benih, yaitu:
1.      Konvensional (mengunakan oven), Skema pengujian kadar air benih dengan metode konvensional (Oven), perlakuan dalam menentukan metode tersebut menggunakan metode oven pada suhu 130-133oC (1, 2, 3, dan 4 jam) dan suhu 103oC (16, 18, 20, 22 dan 24 jam) (ISTA, 2006).
Perhitunga dengan metode ini menggunakan rumus:
 
Dimana: M1= Berat wadah
M2= Berat wadah + berat awal benih
M3= Berat wadah + Berat benih setelah dioven
2.      Automatic (menggunakan Balance Moisture Tester, Ohaus MB 45, Higrometer), dengan menggunakan metode ini kadar air benih bisa langsung diketahui.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih:
1.      Tipe benih
2.      Ukuran benih
3.      Penyimpanan
c.       Uji daya berkecambah benih
Proses perkecambahan benih merupakan kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Dan yang menjadi faktor-faktornya ialah : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Benih dapat berkecambah apabila dalam keadaan sehat atau terbebas dari pathogen yang berupa bakteri, virus, kotoran, dan lain–lain. Dengan kata lain benih tersebut dalam kondisi optimum.  Informasi tentang daya kecambah benih itu sendiri yang ditentukan di laboratorium adalah kondisi yang optimum karena keadaan yang suboptimum dapat mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya (Sutopo, 2010).
    Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman.  Pada budidaya tanaman pangan utama yang merupakan tanaman serealia, benih sebagai penyambung kehidupan tanaman sangatlah penting.  Oleh karena itu mutu benih harus diketahui sebelum petani menanam, untuk mencegah kegagalan petani (Bewley & M, 1978).
      Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Sekadar benih yang mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi gampang. Indikasi bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu menunjukkan gejala hidup saja, misalnya yang ditunjukkan oleh tingkat pernapasannya, bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati. Benih dapat dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya, benih itu hidup (Sadjad, 1999).
 Mutu benih meliputi mutu fisik yang ditunjukkan dengan adanya benih murni (masih utuh atau pecah hampir lebih dari 50%). Mutu genetik ditunjukkan dengan adanya campuran varietas lain atau tidak. Mutu fisiologi ditunjukkan dengan nilai kadar air dan daya tumbuh (sesuai dengan standar benih bermutu). Mutu patologi ditunjukkan dengan kesehatan benih (Nurussintani, Damanhuri, & P, 2013).
Pengujian daya tumbuh benih merupakan proses yang penting. Hal tersebut dilakukan untuk memberi jaminan kepada petani dan masyarakat untuk mendapatkan benih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu benih yang diuji bertujuan agar mendapatkan benih yang berkualitas tinggi. Benih yang baik akan menguntungkan bagi petani (Lesilolo, Riry, & E, 2013).
Kecambah abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang menjadi kecambah normal. Kecambah di bawah ini digolongkan ke dalam kecambah abnormal adalah kecambah rusak (kecambah yang struktur pentingnya hilang atau rusak berat. Plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh). Kecambah cacat atau tidak seimbang adalah kecambah dengan pertumbuhan lemah atau kecambah yang struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional. Plumula atau radikula tumbuh tidak semestinya yaitu plumula tumbuh membengkok atau tumbuh kebawah, sedangkan radikula tumbuh sebaliknya. Kecambah lambat adalah kecambah yang pada akhir pengujian belum mencapai ukuran normal. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan kecambah benih normal kecambah pada benih abnormal ukurannya lebih kecil (Rejesus, 2008).
Kualitas benih yang baik memiliki daya tumbuh dan indeks vigor yang tinggi. Indeks vigor merupakan keserampakan benih dalam berkecambah. Indeks vigor yang tinggi dapat diperoleh dengan cara menjaga kondisi lingkungan saat penyimpanan. Perkecambahan dan pertumbuhan embrio merupakan proses penting pada tanaman untuk pertanian dan ekosistem alami (Morla, 2011).


2.3.   Kualitas benih
Pengadaan benih bermutu merupakan upaya penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan tanaman perkebunan. Produktifitas tanaman perkebunan umumnya masih sekitar 50% dari produktivitas seharusnya. Keadaan ini disebabkan oleh rendahnya mutu benih yang digunakan, terutama pada perkebunan rakyat. Oleh karena itu program revitalisasi perkebunan diarahkan pada ketersediaan benih dan penggunaan benih bermutu (Ernaningtiyas, 2013).
Pada tanaman perkebunan penggunaan benih bermutu sangat menentukan produktivitas, kualitas hasil serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Kesalahan dalam memilih dan menggunakan bahan tanam (benih) akan mengakibatkan kerugian dalam jangka panjang. Bahwa Benih yang bermutu menjanjikan produksi yang baik dan bermutu pula jika diikuti dengan perlakuan agronomi yang baik dan input teknologi yang berimbang. Sebaliknya, bila benih yang digunakan tidak bermutu maka produksinya banyak tidak menjanjikan atau tidak lebih baik dari penggunaan benih bermutu. Penggunaan benih bermutu diharapkan mampu mengurangi berbagai faktor resiko kegagalan panen (Ernaningtiyas, 2013).
Benih merupakan salah satu faktor paling mahal, dan paling penting yang mempengaruhi potensi hasil. Kualitas benih ditentukan oleh perkecambahan dan analisis kemurnian. Secara hukum, semua bibit tanaman harus diberi label untuk persen perkecambahan, benih tanaman, benih gulma dan kandungan bahan inert, dan tanggal pengujian perkecambahan. Membeli bibit akan lebih baik pada dealer benih terkemuka yang memiliki pembersihan penanganan tepat dan fasilitas penyimpanan. Benih berkualitas ditentukan oleh banyak faktor, terutama benih kemurnian dan perkecambahan. Namun, banyak faktor lain seperti berbagai kehadiran penyakit yang ditularkan, vigor benih, dan ukuran biji yang penting ketika mempertimbangkan pembelian benih.
 Kemurnian benih ditentukan oleh jumlah material yang tidak diinginkan hadir dalam benih murni. Kontaminan seperti biji gulma berbahaya, biji tanaman yang tidak diinginkan tidak hanya meningkatkan biaya produksi, tetapi juga secara substansial mengurangi kualitas dan kuantitas panen. Jika membeli benih yang belum benar, dikondisikan untuk menghilangkan benih gulma yang tidak diinginkan, termasuk dalam pengambilan keputusan pemakaian herbisida untuk mengendalikan gulma berbahaya yang semuanya akan meningkatkan biaya produksi (Polpoke, 2013).
Pengujian daya berkecambahan untuk menilai kemampuan benih dalam menghasilkan tanaman yang sehat ketika ditempatkan dibawah kondisi lingkungan yang menguntungkan. Uji daya perkecambahan dilakukan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam kondisi laboratorium yang menjamin kelembapan suhu, optimum dan cahaya. Sayangnya, kondisi ini jarang ditemui di lapangan, dan kemunculannya di lapangan dapat melebihi uji perkecambahan standar yang telah dilakukan. Benih merupakan sarana produksi utama dalam budidaya tanaman karena dengan benih bermutu dapat meningkatkan produksi. Benih bermutu secara ekonomi memberi nilai tambah/manfaat bagi masyarakat/petani. Berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1992, benih bermutu mempunyai ciri sebagai berikut (Polpoke, 2013):
1.       Produktivitasnya tinggi, yaitu varietas/klon mempunyai produksi yang tinggi, artinya gap antara produksi yang diperoleh pada lingkungan pengujian sebelum varietas/klon tersebut dirilis dengan lingkungan pertanaman luas atau di masyarakat rendah,
2.       Pertumbuhan seragam, yaitu pertumbuhan antar satu tanaman dalam suatu pertanaman sama, baik dari aspek tinggi tanaman, diameter batang, perkembangan kanopi, dan produktivitas.
3.       Mutu genetisnya tinggi, yaitu struktur gen dalam kromosom sama pada setiap tanaman dalam klon/varietas tersebut.
Dalam menetapkan suatu biji dikategorikan sebagai benih bermutu dan mempunyai nilai ekonomi diwajibkan melakukan pengujian berdasarkan PP No. 44 Tahun 1995, yaitu sebagai berikut (Polpoke, 2013) :
1.      Uji kadar air, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui kadar air suatu benih, dengan metode oven. Hal tersebut dilakukan untuk tujuan penyimpanan/pengiriman,
2.      Uji daya tumbuh, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui persentase tumbuh benih yang dijadikan sebagai benih untuk tujuan budidaya dan pelabelan,
3.      Uji kemurnian, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui persentase benih secara genetik yang terkandung dalam suatu benih yang akan digunakan untuk budidaya maupun untuk tujuan pelabelan,
4.      Uji campuran dari varietas lain, yaitu untuk mengetahui benih varietas lain yang terdapat dalam benih yang akan digunakan dalam budidaya, tujuannya agar diperoleh keseragaman benih,
5.      Uji kompatabilitas benih (keseragaman), yaitu uji keserempakan tumbuh dan keseragaman benih,
6.      Uji heterogenitas, uji yang dilakukan untuk mengetahui keseragaman besar dan ukuran biji dari setiap benih,
7.      Uji tetrazolium, uji yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan benih dalam rangka daya kecambah dan dilakukan secara kimia,
8.      Uji kesehatan benih, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah benih tersebut terbebas dari patogen yang akan membahayakan pertumbuhan.
 Dalam pengelolaan benih agar bernilai ekonomi dan menguntungkan, maka dikenal ada dua aspek, yaitu (Polpoke, 2013):
1.    Biji bermutu, yaitu benih dari varietas benar dan murni, mempunyai mutu genetis, fisiologis, dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu di kelasnya,
2.    Standar mutu benih, yaitu spesifikasi benih yang mencakup fisik, genetis, fisiologis, dan kesehatan benih yang dibakukan dan merupakan konsensus semua pihak yang terkait.
 Program perbenihan yang terarah untuk mendukung usaha budidaya tanaman diarahkan pada dua aspek, yaitu (Polpoke, 2013):
1.      Pengadaan, pengaturan penyaluran benih bermutu yang tinggi yang sifat genetisnya seragam serta tepat waktu sampai ke konsumen (jumlah yang cukup),


2.      Pengontrolan mutu.
Menurut Polpoke (2013), bahwa syarat umum dalam pengembangan perbenihan agar diperoleh mutu ekonomi benih yang tinggi, adalah sebagai berikut :
1.         Daya kecambah, minimal 80 %, artinya benih yang tumbuh dari benih yang ditanam minimal 80 persen. Hal tersebut ditetapkan guna menghindari penggunaan benih yang banyak, sehingga dapat meningkatkan biaya produksi,
2.         Benih murni, minimal 95 %, artinya benih yang ada pada setiap varietas/klon terdapat pada varietas/klon yang sama. Hal tersebut dilakukan guna menghindari ketidak seragaman pertumbuhan dan ketahanan terhadap hama/penyakit yang akhirnya menyebabkan produksi menurun,
3.         Benih dari varietas lain, maksimal 5 %, artinya benih murni dari varietas/klon yang sama,
4.         Kotoran, maksimal 3 %, artinya benda asing dan lainnya seperti ranting, krikil, dan benda asing lainnya tidak ada,
5.         Benih dari rumputan, maksimal 2 %, artinya bila benih terdapat batu, campuran benih dengan gulma, maka akan menyulitkan pemeliharaan dan keseragaman pertumbuhan karena dalam pertumbuhan tanaman tersebut terjadi kompetisi antara gulma dan tanaman utama yang akhirnya dapat menurunkan tingkat produksi.


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.   Waktu dan Tempat
a.       Pengujian Kemurnian Fisik
Pengujian kemurnian fisik benih Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dilakukan pada hari Rabu, 25 Mei 2016 pada pukul 09:00WB. Kemudian pengujian kadar air benih Wijen (Sesamum indicum L.) dilakukan pada hari Kamis, 9 Juni 2016 pada pukul 09:00 WIB- selesai. Pengujian kedua komoditi tersebut bertempat di Laboratorium Fisik Benih, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya di jl Raya Mojoagung No. 52 Mojoagung-Jombang.
b.      Pengujian Kadar Air Benih
Pengujian kadar air benih Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dilakukan pada hari Kamis, 26 Mei 2016, pada pukul 13:00WIB - selesai. Kemudian pengujian kadar air Wijen (Sesamum indicum L.) dilakukan pada hari Rabu, 15 Juni 2016 pada pukul 14:00 WIB. Pengujian kedua komoditi tersebut bertempat di Laboratorium Fisik Benih, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya di jl Raya Mojoagung No. 52 Mojoagung-Jombang.
c.       Pengujian Daya Berkecambah Benih
Pengujian daya perkecambahan benih jarak Kepyar (Ricinus communis L.) dilakukan pada hari jum’at, 27 Mei 2016, pukul 14:00 WIB sampai hari jum’at, 10 Juni 2016. Pengujian daya berkecambah ini bertempat di Greenhause Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya di jl Raya Mojoagung No. 52 Mojoagung-Jombang. Wijen (Sesamum indicum L.) dilakukan pada hari Rabu, 8 Juni 2016 pukul 14:00 WIB sampai hari Senin, 13 Juni 2016. Bertempat di laboratorium biologi benih Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya di jl Raya Mojoagung No. 52 Mojoagung-Jombang.


3.2.   Alat dan Bahan
3.2.1.      Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pengujian mutu benih ini adalah sebagai berikut:
a)      Uji kemurnian fisik
1.      Seed divider
2.      Timbangan Analitik Giberniti
3.      Meja kemurnian
b)     Uji kadar air
1.      Neraca analitik
2.      Crussible
3.      Desikator
4.      Oven
5.      Kertas label
6.      Mortar dan pastle
c)      Uji perkecambahan diatas kertas
1.      Gunting
2.      Pinset
3.      Eco Germinator
4.      Cawan petri/petri disk
5.      Kertas buram
6.      Kertas label
7.      Alat penyemprot
d)     Uji perkecambahan media pasir
1.      Kertas label
2.      Bak pengecambah
3.      Pasir
4.      Secrop kecil
5.      Alat penyiram tanaman
6.      Alat tulis


3.2.2.      Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam pengujian mutu benih ini adalah:
1.      Benih Wijen (Sesamum indicum L.)
2.      Benih Jarak Kepyar (Ricinuc communis L.)
3.      Aquades
3.3.   Metode Pengujian
a.   Jarak Kepyar(Ricinus communis L.)
1.      Pengujian kemurnian benih
Pengujian kemurnian benih Jarak Kepyar (Ricinnus communis L.) dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1.      Disiapkan alat dan bahan(benih Jarak Kepyar (Ricinnus communis L.)).
2.      Ditimbang ±500 gr benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.).
3.      Dihamparkan benih yang telah ditimbang diatas meja kemurnian benih.
4.      Dipisahkan antar benih murni (BM), kotoran benih (KB), dan benih tanaman lain (BTL) dan dipisahkan pada tempat yang berbeda.
5.      Timbang masing masing komponen dengan derajat ketelitian seperti tabel 1.
Tabel 1. Derajat ketelitian
Berat Contoh Kerja(gr)
Jumlah Desimal
< 1,000
4
1,000-9,999
3
10,00-99,99
2
100,0-999,9
1
>1.000
0
Sumber: buku petunjuk teknis pemeriksaan lapangan dan pengujian laboratorium benih tanaman perkebunan
6.      Dihitung prosentase setiap komponen dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Ck = Contoh Kerja
BM = Benih Murni
BTL= Benih Tanaman Lain
KB= kotoran Benih
2.      Pengujian kadar air Benih
Pengujian kadar air benih dilakukan dengan metode oven suhu rendah konstan 103oC±2oC, dengan tahapan sebagai berikut:
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dibersihkan alat dan crusible sebelum dipakai, jika crusible basah maka harus dipanaskan terlebih dahulu dengan oven suhu 130oC selama satu jam kemusian didingikan dalam desikator.
3.      Dinyalakan oven dan diatur suhu hingga mencapai 103oC±2oC.
4.      Ditimbang crusible sebelum digunakan(M1).
5.      Digerus kasar benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.) dengan menggunakan mortar dan pastle.
6.      Ditimbang benih yang telah digerus seberat ±5 gr dalam crusible (jadi berat crusible + Berat benih = M2).
7.      Dimasukkan crusible (tutup crusible dibuka dan ditarus sampingnya) yang telah berisi benih contoh kedalam oven dengan suhu 103oC±2oC selama 17 jam ± 1 jam.
8.      Ditutup crussible dan dikeluarkan dari oven.
9.      Didinginkan dalam desikator selama 30-40 menit.
10.  Ditimbang kembali crusible yang terdapat benih Jarak Kepyar (Ricinnus communis L.)
11.  Dihitung kadar air benih dengan menggunakan rumus:
Keterangan: M1= Berat wadah dan tutup dalam gram.
M2 = Berat wadah + benih + tutup sebelum dipanaskan
M3 = Berat wadah + benih + tutup setelah dipanaskan


3.      Pengujian daya Berkecambah
Pengujian daya berkecambah dilakukan juga dengan metode uji pada kertas, langkah kerja yang digunaka adalah:
1.      Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2.      Disiapkan pasir dalam bak yang berlubang dengan kelembapan yang cukup.
3.      Ditanam benih Jarak Kepyar (Ricinnus communis L.) degan kedalaman 2-3 cm dari permukaan pasir.
4.      Dilakukan perawatan(penyiraman) setiap hari.
5.      Diamati pada hari ke-7 dan hari ke-14 setelah tanam.
6.      Dihitung prosentase DB dari benih Jarak Kepyar (Ricinnus communis L.), dengan menggunakan rumus:
 
Keterangan: DB = daya berkecambah
Setelah dilakukan perhitungan dan diketahui persentase DB nya, kemudian dicari toleransi pada tabel berikut:
Tabel 2. Tabel toleransi daya berkecambah
Persentasi rata-rata
Toleransi
Persentasi rata-rata
Toleransi
99
2
5
87-88
13-14
13
98
3
6
84-86
15-17
14
97
4
7
81-82
18-20
15
96
5
8
78-80
21-23
16
95
6
9
73-77
24-28
17
93-94
7-8
10
67-72
29-34
18
91-92
9-10
11
56-66
35-45
19
89-90
11-12
12
51-55
46-50
20
Sumber: buku petunjuk teknis pemeriksaan lapangan dan pengujian laboratorium benih tanaman perkebunan

Dilakukan pengulangan bila:
a.       Jika diperkirakan benih tidak berkecambah dikarenakan benih masih dalam masa dorman.
b.      Jika benih banyak terserang penyakit.
c.       Jika mengalami banyak kesulitan dalam mengevaluasi.
d.      Jika terdapat bukti adanya kesalahan dalam pengujian.
Jika diantara empat ulangan ternyarta diluar batas toleransi, yaitu selisih prosentase terbesar dan terkecil melebihi batas toleransi seperti dalam tabel
b.           Wijen (Sesamum indicum L.)
1.           Pengujian kemurnian benih
Pengujian kemurnia benih wijen (Sesamum indicum L.) dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1.      Disiapkan alat dan bahan(benih wijen (Sesamum indicum L.))
2.      Ditimbang ±7 gr benih wijen (Sesamum indicum L.).
3.      Dihamparkan benih yang telah ditimbang diatas meja kemurnian benih.
4.      Dipisahkan antar benih murni (BM), kotoran benih (KB), dan benih tanaman lain (BTL) dan dipisahkan pada tempat yang berbeda.
5.      Timbang masing masing komponen dengan derajat ketelitian seperti tabel 1.
6.      Dihitung prosentase setiap komponen dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: Ck = Contoh Kerja
BM = Benih Murni
BTL= Benih Tanaman Lain
KB= kotoran Benih
2.      Pengujian kadar air Benih
Pengujian kadar air benih dilakukan dengan metode oven suhu rendah konstan 103oC±2oC, dengan tahapan sebagai berikut:
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.      Dibersihkan alat dan crusible sebelum dipakai, jika crusible basah maka harus dipanaskan terlebih dahulu dengan oven suhu 130oC selama satu jam kemusian didingikan dalam desikator.
3.      Dinyalakan oven dan diatur suhu hingga mencapai 103oC±2oC.
4.      Ditimbang crusible sebelum digunakan(M1).
5.      Ditimbang benih ± 5 gr dalam crusible (jadi berat crusible + Berat benih = M2).
6.      Dimasukkan crusible (tutup crusible dibuka dan ditarus sampingnya) yang telah berisi benih contoh kedalam oven dengan suhu 103oC±2oC selama 17 jam ± 1 jam.
7.      Ditutup crussible dan dikeluarkan dari oven.
8.      Didinginkan dalam desikator selama 30-40 menit.
9.      Ditimbang kembali crusible yang terdapat benih wijen (Sesamum indicum L.) didalamnya(M3).
10.  Dihitung kadar air benih dengan menggunakan rumus:
Keterangan: M1= Berat wadah dan tutup dalam gram.
M2 = Berat wadah + benih + tutup sebelum dipanaskan
M3 = Berat wadah + benih + tutup setelah dipanaskan
3.      Pengujian daya Berkecambah
Pengujian daya berkecambah dilakukan juga dengan metode uji pada kertas, langkah kerja yang digunaka adalah:
1.      Disiapkan 4 buah cawan petri.
2.      Diletakkan kertas buram (kertas C.D) 3 lembar yang telah dibasahi dalam cawan petri.
3.      Ditata benih wijen (Sesamum indicum L.) diatas kertas, dan diberi label
4.      Ditutup cawan petri dan dimasukkan dalam gernimator
5.      Dilakukan pemeliharaan dan pengamatan setiap hari, bila kertas kering disemprot degan menggunakan aquades.
6.      Diamati pada hari ke 3 setelah tanam dan  hari ke 6 setelah tanam.
7.      Dihitung prosentase DB dari benih Wijen(Sesamum indicum L.), dengan menggunakan rumus:
 
Keterangan: DB = daya berkecambah
Setelah dilakukan perhitungan dan diketahui persentase DB nya, kemudian dicari toleransi pada tabel 2.
Dilakukan pengulangan bila:
e.       Jika diperkirakan benih tidak berkecambah dikarenakan benih masih dalam masa dorman.
f.       Jika benih banyak terserang penyakit.
g.      Jika mengalami banyak kesulitan dalam mengevaluasi.
h.      Jika terdapat bukti adanya kesalahan dalam pengujian.
i.        Jika diantara empat ulangan ternyarta diluar batas toleransi, yaitu selisih prosentase terbesar dan terkecil melebihi batas toleransi seperti dalam tabel 2.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Pengujian Kemurnia Fisik
Tabel 3. Hasil uji kemurnian fisik
No
Komoditi
BM
BTL
KB
FK
(%)
Keterangan
Berat
(gr)
%
Berat
(gr)
%
Berat
(gr)
%
1
Jarak kepyar
500.906
100
0
0
0
0
0
Uji memenuhi syarat
2
Wijen
6.975
99.6
0
0
0.024
0.34
0.01
Ijo memenuhi syarat
Keterangan:
BM= Benih Murni
BTL= Benih Tanaman Lain
KB= Kotoran Benih
FK= Faktor Kehilangan
Pengujian kemurnian benih adalah pengujian yang dilakukan dengan memisahkan tiga komponen benih murni, benih tanaman lain dan juga kotoran benih, yang selanjutnya dihitung prosentase ketiga komponen benih tersebut. Tujuan analisis kemurnian benih adalah untuk menentukan kompoisi benih murni, benih tanaman lain dan kotoran banih dari contoh benih yang mewakili lot benih (Sutopo, 1988).
Prosedur pengujian yang dilakukan telah sesuai dengan dengan Kuswanto (1997) yaitu (1) pengambilan sample kerja; (2) penimbangan sample kerja; (3) pemisahan komponen-komponen yang ada; (4) penimbangan masing-masing komponen; (5) masing-masing komponen dihitung dalam persen. Uji kemirnian fisik ini akan dilakuka dengan menggunakan sample benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.) dan juga wijen(Sesamum indicum L). Kedua sample mempunyai morfologi benih yang berbeda, jarak kepyar (Ricinnus communis L.) mempunyai benih yang cenderung besar dan mudah dikenali serta dibedakan dengan komponen lainnya. Sedangkan wijen (Sesamum indicum L.) mempunyai morfologi benih yang kecil dan sulit dibedakan dengan komponen lainnya.
Kemurnian fisik jarak kepyar (Ricinus communis L.) dilakukan dengan memisahkan benih murni, kotoran benih dan juga benih tanaman lain atau varietas lain. Pengujian kemurnian fisik benih jarak kepyar ini menggunakan contoh kerja (sample) seberat 500 gram, yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam buku panduan kerja. Setelah didapatkan benih dengan berat 500 gram, kemudian benih tersebut dihampatkan pada meja kemurnian dan dipisahkan tiga komponen yang telah disebutkan di atas.
Setelah didapatkan ketiga komponen di atas, kemudian ditimbang masing-masing komponen dan diprosentasekan berat masing-masing komponen. Hasil yang didapatkan sebagaimana tabel di atas. Berat benih murni 500,906 gram dengan berat contoh kerja 500.906 gram sehingga prosentase benih murni adalah 100%. Prosentase ini dihitung karena menurut Ernaningtiyas (2013) merupakan faktor yang memepengaruhi kualitas benih. Prosentase berat masing-masig bagian didapatkan dengan menggunakan rumus yang telah tetulis di bagian metode. Faktor kehilangan yang dimiliki  oleh benih jarak kepyar adalah 0%.
Pengujian kemurnian fisik dari wijen (Sesamum indicum L.) memperoleh hasil berat benih murninya 6,975 dengan berat sample contoh 7,00. Sehingga prosentase benih murni adalah 99.6%. dalam analisis uji ini tidak ditemukan benih tanaman lain. Namun terdapat kotoran benih dengan berat 0.024, dan prosentase berat kotoran benih adalah 0.34%. dan faktor kehilangan yang dimiki adalah 0.01% (tabel 3).
Sehingga faktor kehilangan yang dimiliki oleh benih jarak kepyar(Ricinnus communis L.) ini adalah 0%. Sehingga benih ini memenuhi syarat. Dan kemurnian fisik yang dimiliki benih wijen(Sesamum indicum L.) adalah 0.01%, sehingga pengujian memenuhi syarat. Sebagai mana menurut Purnomo (2010) faktor kehilangan yang diperbolehkan 5%, jika terdapat kehilangan berat >5% dari berat contoh kerja awal, maka analisis harus diulang dengan menggunakan contoh kerja baru. Jika faktor kehilangan =5% maka analisis diteruskan dengan menghitung prosentase ketiga komponen yang telah disebut diatas. Penentuan kemurnian dilakukan untuk mengetahui komposisi contoh benih yang diuji mencerminkan komposisi kelompok benih yang diwakilnya. Contoh kerja dipisah-pisahkan ke dalam komponen benih murni, benih tanaman lain dan kotoran fisik lainnya. Kemurnian ditentukan berdasarkan presentase berat masing-masing komponen terhadap berat  awal contoh kerja. Pemurnian benih bertujuan membuang benih spesies lain yang berbeda dengan spesies yang diproduksi dan bahan-bahan pengotor dan memilih benih murni dari benih-benih yang kecil, berwarna tidak normal dan benih-benih yang tidak sehat lainnya.
Menurut Kuswanto (1997) tujuan dari uji kemurnian fisik benih adalah:
1.           Melindungi konsumen dan memberi informasi kepada konsumen tentang komposisi benih. Pengguna benih tentunya menginginkan agar benih yang dibelinya adalah benar-benar benih dengan sifat yang sesuai dengan yang tercantum pada sertifikatnya. Kesesuaian ini sangat penting karena dapat mempengaruhi jumlah benih yang dibutuhkan, keragaman tanaman di lahan, pengelolaan dan kualitas hasil panen. Selain itu, konsumen pengguna benih perlu mengetahui apa saja yang tercampur dalam benih yang akan dipakai untuk usaha taninya.
2.           Mengetahui macam spesies atau varietas lain yang tercampur dalam benih. Jika benih tercampur dengan  biji dari spesies yang sama tetapi varietasnya berbeda maka hal itu akan menyulitkan penangkar benih pada waktu melakukan roguing, karena perbedaan kadang-kadang sangat sedikit dan sukar dipilih sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya polusi kromosom. Seringkali hal itu dapat menjadi sumber penyakit.
3.           Untuk menentukan apakah presentase kemurnian benih dapat melampaui  syarat yang ditentukan oleh peraturan pemerintah untuk kelas benih tertentu sehingga benih tersebut dapat memperoleh sertifikat.


4.2.   Pengujian Kadar Air
a.      Jarak Kepyar(Ricinus communis L.)
Tabel 4. hasil uji kadar air benih jarak kepyar(Ricinus communis L.)
Ulangan ke-
M1(gr)
M2(gr)
M3(gr)
M2-M3 (gr)
M2-M­1 (gr)
Kadar air benih(%)
1
51,1668
56,1537
55,9088
0.2449
4,9869
4,9
2
55,8211
60,8157
60,5739
0,2416
4,9946
4,8
Jumlah
9,7
Rerata
4,85
Keterangan:
M1= Berat crucible
M2= Berat crisible+Benih sebelum dioven
M3= Berat crucible+benih setela dioven
Selisih kedua ulangan : 4,9% - 4,8% = 0,1%
Jadi 0,1% < 0,2% (Tidak melebihi batas toleransi) sehingga TIDAK perlu dilakukan pengujian ulang.
Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang harus diketahui baik untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Telah diketahiu bahwa kadar air mempunyai dampak besar terhadap benih selama penyimpanan. Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi beresiko cepat mundurnya benih selama dalam penyimpanan. Kadar air benih merupakan satu komponen yang dinilai dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan salah satu pengujian rutin para analis benih laboratorium benih (Rahtmisari, 2011).
Sebelum pengujian kadar air jarak kepyar (Ricinnus communis L.) ini diberikan perlakuan benih sebelum dikeringkan yaitu dengan cara dihancurkan atau di tumbuk dengan mortar dan pastle. Hal ini telah sesai dengan standart ISTA 2006. Pengujian kadar air benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.) ini menggunakan metode oven suhu rendah yaitu 103oC selama 17 jam. Sebagaimana dituliskan Dede (2008) contoh uji diambil dari benih yang telah di compositkan (dicampur) dengan menggunakan seed devider. Contoh uji kadar air benih masing-masing 5 gram dengan 2 ulang untuk setiap komoditi. Perlakuan dalam penentuan kadar air dapat dilakukan dengan metode oven suhu 130-133oC (1, 2, 3, dan 4 jam) dan suhu 103±2oC(16,18,20,22, dan 24 jam). Dalam pengujian ini menggunakan metode oven suhu rendah selama 17 jam.
Hasil rata-rata 2 ulangan pengujian kadar air benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.) adalah 4,8% dari berat benih contoh. Dengan selisish antar ulangan 0.1% sehingga masuk dalam toleransi pengujian. Namun kadar air tersebut berada di bawah kadar air standart yang telah ditentukan untuk jarak pagar yaitu 7-9%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tipe benih, ukuran dan penyimpanan benih.
Sebagaimana menurut Sutarno (1997) tipe benih dalam tekologi dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati juka benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah. Benih rekalsitran akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mancapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah.
Ukuran benih juga mempengaruhi kadar air benih. Sebagaimana menurut Priestly (1986) menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh terhadap keseragaman pertumbuhan tanaman dan daya simpan benih. Pada beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam satu LOT benih dari varietas yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek.
Kemudian teknik penimpanan juga mempengaruhi kadar air benih. Sebagaimana menurut Harrington (1872) menyatakan bahwa penyimpanan benih dengan kadar air tinggi akan meningkatkan resiko terserang cendawan.
Kemudian kemungkinan lain bahwa kadar air benih jarak kepyar (Ricinnus communis L.) ini tidak sesuai dengan standart yang ditentukan bisa dikarenakan juga tahun panen. Benih ini dipanen pada tahun 2013, atau 3 tahun lalu. Dalam masa 3 tahun dapat dimungkin benih mengalami penurunan kadar air karena metode penyimpanan. Meurut Lesilolo (2012) kadar air benih akan selalu melakukan keseimbangan dengan udara sekitarnya, dan keseimbangan tersebut akan tercapai apabila tidak ada lagi uap air yang bergerak dari udara ke benih atau sebaliknya dari benih ke udara.


b.      Wijen(Sesamum indicum L.)
Tabel 5. Hasil uji kadar air benih wijen(Sesamum indicum L.)
Ulangan ke-
M1(gr)
M2(gr)
M3(gr)
M2-M3 (gr)
M2-M­1 (gr)
Kadar air benih(%)
1
43.5164
48.5542
48.2646
0.2896
5.0378
5.7
2
41.0072
46.0411
45.7628
0.2783
5.0339
5.5
Jumlah
11.2
Rerata
5.6
M1= Berat crucible
M2= Berat crisible+Benih sebelum dioven
M3= Berat crucible+benih setela dioven
Selisih kedua ulangan : 5.7% - 5.5% = 0.2%
Jadi 0.2% < 0,2% (Tidak melebihi batas toleransi) sehingga TIDAK perlu dilakukan pengujian ulang.
Pengujian kadar air ini dilakukan karena dengan pengukuran kadar air dapat mempengaruhi kemunduran benih. Hal ini sesuai dengan pendapat (Samuel, Purnamaningsih, & Kendarin, 2011) kadar air merupakan faktor paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatknya kadar air benih.
Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar air benih adalah dengan menggunakan oven suhu rendah yaitu 103oC selama 17 jam(ISTA 2006). Tanpa adanya perlakuan sebelum pengeringan. Karena benih yang uji adalah benih wijen (Sesamum indicum L) yang memiliki ukuran yang cukup kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudrajat (2008), perlakuan awal sebelum pengeringan tidak perlu dilakukan pada benih yang ukurannya relatif kecil, sehingga apabila dilakukan pengeringan memungkinkan untuk menerima panas yang merata pada seluruh bagian benih.
Hasil analisis yang dilakukan mendapatkan hasil kadar air benih wijen 5,6% dengan selisih kedua ulangan 0.2% sehingga masih dalam batas toleransi. Sedang standart kadar air yang telah ditentukan oleh ISTA 2006 untuk benih wijen (Sesamum indicum L) adalah 6-7%  untuk kelas benih dasar dan pokok, dan untuk kelas benih Sebar ditentukan kadar air 6-9%. Sehingga hasil yang diperoleh dinilai telah memenuhi syarat atau memenuhi standart. Benih yang diuji merupaka benih wijen varietas sumberejo 1, tahun panen 2012 dengan kelas benih dasar.
Benih wijen yang diuji dipanen 4 tahun lalu dan tetap memiliki kadar air yang dinilai memenui standart. Hal ini menurut Dinarto (2010) metode penyimanan sangat berpengaruh terhadapa kadar air benih selama dalam penyimpanan. Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubaan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembapan relatif dan suhu. Sehingga bisa diartikan bahwa metode yang digunakan utuk penyimpanan tepat.
4.3.   Pengujian Daya Berkecambah
a.      Jarak Kepyar (Ricinus communis L.)
Tabel 6. hasil pengujian daya berkecambah benih jarak kepyar (Ricinus communis L.)
Ulangan
Pengujian awal
Pengujian akhir
% DB
Toleransi
N
S
N
AB
BM
BS
BK
1
26

29
6
15
0
0
47
20
2
27

30
20
0
0
0
3
11

18
31
1
0
0
4
18

17
28
5
0
0
Keterangan:
N= Kecambah normal
S= Segar
AB= Abnormal Benih
BM= Benih Mati
BS= Benih segar
BK=Benih Keras
Ket: Selisih dari hasil kecambah normal terbesar dan kecambah normal terkecil adalah 13 sehingga masuk angka toleransi dari hasil pengujian daya berkecambah.
Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14. Sesuai dengan pendapat Hasbianto (2013) Daya tumbuh benih menggambarkan viabilitas potensial benih, dihitung berdasarkan prosentase kecambah normal dihitung pertama (pada hari ke-7) dan kedua (pada hari ke-14) dari seluruh benih yang ditanam. Pengamatan keragaan kecambah dilakukan terhadap struktur kecambah yang muncul di atas permukaan media pasir. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

Pengujian daya berkecambah yang dilakukan pada benih tanaman jarak kepyar (Ricinnus communis L.) dengan tahun panen 2013, menggunakan media pasir mendapatkan hasil prosentase daya berkecambah hanya 47%, degan toleransi 20. Sedangakan selisih jumlah kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 13, sehingga masuk dalam angka toleransi. Hasil prosentase daya berkecambah ini berada dibawah standart yang ditenukan oleh ISTA 2006 yaitu ≥80%.
Hasil pengujian tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal. Menurut Mudiana (2006) dapat berupa biji yang berkecambah tidak benar-benar dalam kondisi yang baik untuk berkecambah. Biji-biji tersebut dimungkinkan telah mengalami gangguan dan kerusakan baik secara fisik ataupun fisiologis, yang menyebaban menurunnya daya berkecambah dan kemampuan hidupnya. Pada pengamatan hari ke-14 ditemui beberapa benih yang masih berbentuk tetap seperti awal namun pada saat di pecahkan kulit benihnya ternyata dibagian kontiledonya telah membusuk.
Kemudian faktor lain juga dapat dikarenakan pada saat pengambilan biji tersebut dimungkinkan telah jatuh di permukaan tanah, sehingga memiliki daya hidup yang lebih rendah dibandingkan biji yang berasal dari buah yang dipanen dipohon saat matang fisiologis. Beberapa diantaranya tidak mampu tumbuh. Kondisi semacam ini disebabkan oleh factor kerusakan fisik dan fisiologis benih tersebut akibat factor lingkungan yang tidak mendukung seperti telah dimakan oleh binatang, organism pelapuk, jamur, hama biji, dan lainnya (Mudiana, 2006).
Menurut Kuswanto (1997), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
Selanjutnya juga terdapat faktor lingkungan yang tertulis dalam Mudiana (2006). Dimana faktor lingkungan tempat penyemaian dapat berpengaruh terhadap proses perkecambahan. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap biji-biji yang tidak berkecambah, umumnya membusuk. Hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu:
1.      Kondisi benih yang meliputi: kemasakan benih, kerusakan mekanik dan fisik, serta kadar air biji.
2.      Factor luar benih, meliputi: suhu, cahaya, oksigen, kelembapan nisbi serta komposisi udara di sekitar biji.
Pada saat pengamatan juga ditemukan kehadiran jamur. Sebagaimana menurut Mudiana (2006) menyatakan kehadiran jamur patogen yang mengkotaminasi benih pun dapat menurunkan viabilitas benih serta menurunkan daya kecambah benih tersebut. Kehadiran jamur dalam media tanam dapat disebabkan karena pasir yang digunakan sudah terkontaminasi atau tidak steril lagi. Atau juga dapat dikarenakan oleh penyiraman dan sirkulasi air yang kurang baik sehingga kondisi media tanam lembab yang memungkinkan mudah ditumbuhi jamur atau pathogen lain. Menurut Sutopo (2010), pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan akan merangsang timbulnya penyakit serta busukya benih karena cendawan atau bakteri.
Menurut Situmeang (2014), jamur pada benih tidak akan tumbuh apabila kadar air benih dibawah kadar air minimum. Oleh karena itu kadar air benih berpengaruh terhadap daya tahan benih terhadap serangan jamur. Jamur gudang memiliki kemampuan menyerang pada benih yang kadar airnya rendah. Tumbuhnya jamur pada benih dapat mengakibatkan penurunan daya kecambah, perubahan warna, kenaikan suhu dan kelembapan di dalam benih, perubahan susunan kimia di dalam benih produksi dan akumulasi mikotoksin didalam benih.


b.      Wijen(Sesamum indicum L.)
Tabel 7. Hasil pengujian daya berkecambah benih wijen(Sesamum indicum L.) LB 102
Ulangan
Pengujian awal
Pengujian akhir
% DB
Toleransi
N
S
N
AB
BM
BS
BK
1
75

78
14
3
5
0
74
17
2
84

76
19
2
3
0
3
79

59
29
4
8
0
4
80

84
6
6
4
0
Keterangan:
N= Kecambah normal
S= Segar
AB= Abnormal Benih
BM= Benih Mati
BS= Benih segar
BK=Benih Keras

Ket: Selisih dari hasil kecambah normal terbesar dan kecambah normal terkecil adalah 25 sehingga TIDAK MASUK angka toleransi dari hasil pengujian daya berkecambah.

Tabel 8. Hasil pengujian daya berkecambah benih wijen(Sesamum indicum L.) LB 103
Ulangan
Pengujian awal
Pengujian akhir
% DB
Toleransi
N
S
N
AB
BM
BS
BK
1
92

90
5
4
1
0
85
14
2
94

86
10
4
0
0
3
90

73
10
15
2
0
4
87

90
4
6
0
0
Keterangan:
N= Kecambah normal
S= Segar
AB= Abnormal Benih
BM= Benih Mati
BS= Benih segar
BK=Benih Keras

Ket: Selisih dari hasil kecambah normal terbesar dan kecambah normal terkecil adalah 17 sehingga TIDAK MASUK angka toleransi dari hasil pengujian daya berkecambah.

Tabel 9. Hasil pengujian daya berkecambah benih wijen(sesamum indicum L.) LB 104
Ulangan
Pengujian awal
Pengujian akhir
% DB
Toleransi
N
S
N
AB
BM
BS
BK
1
59

83
8
2
7
0
71
18
2
72

70
23
0
7
0
3
69

70
30
0
0
0
4
39

63
27
0
10
0
Keterangan:
N= Kecambah normal
S= Segar
AB= Abnormal Benih
BM= Benih Mati
BS= Benih segar
BK=Benih Keras

Ket: Selisih dari hasil kecambah normal terbesar dan kecambah normal terkecil adalah 20 sehingga TIDAK MASUK angka toleransi dari hasil pengujian daya berkecambah.
Pengujian terakhir yang dilakukan adalah pengujian daya berkecambah pada wijen (Sesamum indicum L.). Dengan menggunakan 3 jenis sampel wijen (Sesamum indicum L.). Yaitu: LB 102, LB 103, dan LB 104. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode uji diatas kertas. Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 setelah tanam dan hari ke-6 setelah tanam. Pengamatan dilakukan terhadap tolak ukur kecambah normal, abnormal, benih mati, benih segar tidak tumbuh dan benih keras.
Pengujian daya berkecambah wijen (Sesamum indicum L.) pertama dilakukan pada Wijen (Sesamum indicum L.) LB 102. Dengan varietas sumberejo 1, kelas benih pokok. Tahun panen benih wijen ini adalah 2012 atau 4 tahun yang lalu. Hasil prosentase berkecambah yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang telas tertulis diatas adalah 745, dengan toleransi 17, namun selisih kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 25, maka tidak masuk dalam angka toleransi. Sehingga seharusnya pengujian ini tidak memenuhi syarat.
Pengujian wijen (Sesamum indicum L.) kedua dengan menggunakan benih wijen (Sesamum indicum L.) LB 103, varietas sumberejo 1, dengan kelas benih pokok yang dipanen pada tahun 2015. Dengan metode uji diatas kertas. Mendapatkan hasil prosentase 85%, dengan angka toleransi 14, namun selisih antara kecambah normal terbesar dengan kecambah normal terkecil adalah 17 sehingga tidak masuk dalam angka toleransi. Sehigga pengujian tidak memenuhi syarat.
Pengujian daya berkecamah wijen (Sesamum indicum L.) yang terakhir mnggunakan benih dengan LB 104. Benih wijen (Sesamum indicum L.) yang digunakan dari varietas Sumberejo 2, dengan kelas benih pokok tahun panen 2014. Hasil prosentase daya berkecambahnya 71% dengan angka toleransi sebesar 18, namun selisih jumlah kecambah normal terbesar dengan jumlah kecambah normal terkecil adalah 20, sehingga tidak massuk dalam angka toleransi. Sehingga pengujian tidak memenuhi syarat.
Metode uji yang digunakan adalah ujia diatas kertas. Dengan petridish yang telah disterilkan, kemudian media tanamnya menggunakan kertas C.D atau kertas buram yang mempunyai daya serap air yang baik. Tiap pengujian dibuat 4 kali ulangan, setiap ulangan terdiri dari 100 butir benih yang ditata sedemikian rupa dalam cawan petri(petridish). Selama pengamatan suhu dikontrol dalam kisaaran 20-30oC, dengan pengamatan pertama pada hari ke-3 setelah tanam dan pengamatan terakhir pada hari ke-6 setelah tanam.
Standar daya berkecambah yang telah ditetapkan oleh ISTA 2006 pada komoditi wijen (Sesamum indicum L.) adalah 80%. Sedangkan dalam pengujian hanya pada LB 103 yang prosentase kecambah normal mencapai 84%, dan pada LB102 serta 104 berada di bawah standar. Hal ini dapat terjadi karena metode penyimpanan benih yang dilakukan. Sebagaimana menurut Dinarto (2010), melaporkan bahwa penggunaan kantong plastik sebagai wadah penyimpanan benih kacang hijau mampu mempertahankan daya berkecambah benih tetap tinggi. Hal tersebut dapat pula diaplikasikan pada benih wijen(Sesamum indicum L.) dengan metode penyimpanan yang sama.
Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang yang baik bagi benih, sehingga benih dapat disimpan lebih lama (Robiin, 2007).
Rendahnya prosentase daya berkecambah dapat dipengaruhi beberapa faktor. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan, diantaranya ada faktor luar dan juga faktor dalam dari benih itu sendiri. Faktor dalam yang memepengaruhi perkecambahan adalah:
1.      Tingkat kemasakan benih, benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisilgisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2010). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mendapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
2.      Ukuran benih, benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Sutopo, 2010).
3.      Dormansi,Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah, walaupun diletakkan dalam keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (Viabel) namun gagal berkecambah, seperti kelembapan yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Schmidt, 2002).
4.      Penghambat perkecambahan, dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotic yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolic atau menghambat laju respirasi (Kuswanto, 1997).
Perkecambahan benih juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktr luar, yaitu:
1.      Air, penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media disekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80-90% dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen. Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2010)
2.      Suhu, Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin (Sutopo, 2010).
3.      Oksigen,  Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2010). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto, 1997).
4.      Cahaya, pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya (Sutopo, 2010).
5.      Media tanam, media tanam yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2010). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah
Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat dianalisa pada uji perkecambahan benih wijen (Sesamum indicum L.) ini. Pada percbaa ini tidak dilakukan penyortiran ukuran benih wijen. Dimana ukuran berpengaruh terhadap banyaknya cadangan makanan yang mendukung proses perkecambahan. Kemudian kadar air pada saat dilakukan penyiraman banyaknya tidak diukur atau hanya dikira-kira, sedangkan dalam percobaan ini dilakukan di atas cawan petri sehingga bila terjadi kelebihan air, air tidak dapat keluar dari petri. Sehingga ditemukan dalam pengujian ada beberapa petri yang ditumbuhi oleh hifa/jamur.


BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada dua komoditas jarak kepyar (Ricinus communis) dan wijen (Senamum indicum L), didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.      Kemurnian fisik dari benih jarak Kepyar(Ricinus communis L.) adalah 100%, sedangkan kemurnian fisik dari benih wijen(Sesamum indicum L.) mencapai 99.6%, dapat dikatakan prosentase kemurnian fisik telah memenuhi standart yang ditentukan.
2.      Kadar air dari benih jarak kepyar(Ricinus communis L.) adalah 4,8% dengan selisih kedua ulangan 0.1%. dan kadar air wijen (Sesamum indicum L.) adalah 5.6% degan selisih kedua ulangan 0.2%.
3.      Daya berkecambah dari benih jarak kepyar(Ricinus communis L.) adalah 47% dengan angka toleransi 20 dan selisih kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 13 sehingga masuk pada angka toleransi. Kemudian daya berkecambah wijen LB 102 adalah 74%  dengan angka toleransi 17, sedangkan selisih antara kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 25. Kemudian daya berkecambah LB 103 adalah 85% dengan angka toleransi 14 namun selisih antara kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 17, sehingga tidak masuk pada angka toleransi. Dan pengujian daya berkecambah wijen LB 104 adalah 71%, dengan angka toleransi 18 namun selisih antara kecambah normal terbesar dan terkecil adalah 20, sehingga tidak massuk pada angka toleransi
5.2.Saran
Diharapkan pada pengujian selanjutnya lebih teliti dalam mengerjakan pengujian, seperti kadar air, waktu penyiraman. Kesterilan media tanam. Dan juga keseragaman ukuran benih sehingga dengan seragamnya ukuran benih diharapkan benih akan berkecambah pada waktu yang serempak.



DAFTAR PUSTAKA

Bewley, J. D., & M, B. 978. Physiology and Biochemistry of Seeds. New York: Springer-Verlag.
Copeland, L. D. 1976. Prinsiples of seeds Science and techology. Minneapolis Minnesota: Burgess Publishing Company.
Dinarto, W. 2010. Pengaruh Kadar Air dan Wadah Simpan Terhadap Viabilitas Benih Kacang Hijau dan Populasi Hama Kumbang bubuk Kacang Hijau(Callosobruchus chinensis L.). Agrisains, 1(1), 68-79.
Ernaningtiyas, Y. 2013. Pengujian Mutu Benih Tanaman Perkebunan. Dipetik Juni 14, 2016, dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanman Perkebunan Medan: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-200-pengujian-mutu-benih-tanaman-perkebunan.html
Habianto, A., & Tresniawati, C. 2013. Evektifitas Taknik Pematahan Dormansi pada beberapa genotipe jarak kepyar(Ricinus communis L.). Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, (hal. 456-472).
Hambali, E. 2009. Jarak Pagar, tanaman penghasil biodiesel. jakarta: penebar swadaya.
Harrington, J. F. 1872. Seed storage and longevity. Dalam T. T. Kozlowski, Seed Biology (hal. 145-246). New York: Academic Press.
J, d., Sudrajat, & Nurhasyibi. 2008. pengembangan standart pengujian kadar air dan perkecambahan benih beberapa jenis tanaman hutan untuk menunjang program penanaman hutan di daerah.Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.
Juanda, D., & Cahyono, B. 2005. Wijen Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Karnisius.
Justice. 2002. The Life of The Green Plant. New York: The Mc. Millan Inc.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya.
Kusdianti, & Erwin R. Meirandi. 2005. Tinjauan Tentang Bunga Jarak Kepyar (Ricinus communis L). Makalah. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi UPI.
Kuswanto. 1997. Analisis benih. yogyakarta: Andi.
Lesilolo, M. K., J, P., & N, T. 2012. Penggunaan desikan Abu dan LAma Simpan Terhadap Kualitas Benih Jagung(Zea mays L.) pada Penyimpanan Ruang Ternuka. Agrologia, 1(1), 51-59.
Lesilolo, M. K., Riry, J., & E, A. M. 2013. Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Beberapa Jenis Tanaman di Pasaran Kota Ambon. Agrologia, 1, 1-9.
Masrum. 2010. Peningkatan Viabilitas (Priming) Benih Wijen (Sesanum indicum L.) dengan Polyethylene Glycol (PEG) 6000. Skripsi. Malang: Jurusan Biologi UIN Malang.
Morla, S. C. 2011. Factors affecting seed germination and seedling growth of tomato plants cultured in vitro conditions. Journal of Chemical,Biological and Physical Sciences(1), 328-334.
Mudiana, D. 2006. Perkecambahan Syzygium cumini(L.) Skeels. Biodiversitas, 8(1), 39-42.
Nurussintani, ,. W., Damanhuri, & P, S. L. 2013. Perlakuan pematahan dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah(Arachis hypogaea). Jurnal Produksi Tanaman, 1, 86-93.
Polpoke, Z. 2013. Kreteria pemilihan Benih Bermutu. Dipetik Juni 14, 2016, dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-254-kriteria-pemilihan-benih-bermutu-.html
Priestly. 1986. Seed Aging. cornell: Comstcok publishing associates.
Prihandana, R., & Hendroko, R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Kepyar. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Pujiasmanto, B. 2000. Dasar-Dasar teknologi Benih. Surakarta: UNS.
Purnomo, R. 2010. Faktor-faktor yang Memepengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan. Agriculture Lands.
Purnomo, R. 2010. Faktor-Fator yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Agriculture Lands.
Rahtmisari, D. 2011. Analisis Kadar Air Benih. Surabaya: BBPPTP Surabaya.
Rejesus, B. M. 2008. Stored Product Pest Problems and Research Needs in the Philippines. Proceeding of Biotrop Symposium on Pest of Stored Product. Bogor.
Robiin. 2007. Perbedaan Bahan Kemasan dan Pereode Simpan dan Pengaruhnya Terhadap Kadar Air Benih Jagung dalam Ruang Simpan Terbuka. Buletin Teknik Pertanian, 12(1), 7-9.
Sadjad, S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta: Grasindo.
Samuel, Purnamaningsih, S. L., & Kendarin, N. 2011. Pengaruh Kadar Air Terhadap Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai(Glycine max(L) Merill) Varietas Gepak Kuning Selama dalam Penyimpanan.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Subtropis 2000(Terj). jakarta: departemen Kehutanan.
Situmeang, M., Purwantoro, A., & Sulandari, S. 2014. Pengaruh Pengemasan Terhadap Perkecambahan dan Kesehatan Benih Kedelai(Glycine max(L.)Merrill). Vegetalika, 3(3), 27-37.
Sutakaria, J. 1985. Diktak Penyakit Benih. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Bogor: IPB.
Sutarno, d. 1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohn Hutan. Bogor: pusat diklat pegawai dan SDM Kehutanan.
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. Jakarta: CV Rajawali.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Weiss. 1971. Castor, Sesame, and Safflower. London: Leonard Hill.

Popular posts from this blog

Makalah Kelas Osteichthyes

Makalah Anatomi Bunga

Makalah Etnobotani Pemanfaatan Tanaman sebagai Sandang