LAPORAN PRAKTIKUM
EKOFISIOLOGI
TUMBUHAN
PENGARUH SUHU
TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Nama
: I
NIM :
1
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pertumbuhan tanaman tidaklah selalu dalam keadaan normal
dan sesuai dengan apa yang diinginkan. Dalam pertumbuhannya tanaman akan
mengalami banyak hal seperti perubahan fisiologis maupun perubahan metabolisnya
ataupun yang lainnya. Sebagai makhluk hidup tanaman tidak ada bedanya dengan
manusia taupun hewan, dia akan selalu tanggap dengan apa yang ada disekitarnya.
Respon tanaman terhadapa segala yang ada disekitarnya sangat tinggi melebihi
dengan respon yang manusia berikan.
Siklus hidup suatu tumbuhan dimulai saat peristiwa perkecambahan. Perkecambahan (germination)
merupakan peristiwa tumbuhnya embrio di dalam biji menjadi tanaman baru (Sutopo, 2002) . Pada fase ini
merupakan fase krisis dan fase yang sangat rentan karena tumbuhan baru akan
muncul. Proses perkecambahan ini diawali dengan adanya proses imbibisi. Menurut
Sadjad (1994) imbibisi yaitu
penyerapan air kedalam imbiban, dalam hal ini biji. Kehadiran air dalam sel
biji akan mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal seperti α-amilase
dan β-amilase yang nantinya akan memecah cadangan makanan menjadi energi dan
nutrisi yang akan digunakan dalam proses perkecambahan.
Tumbuhan merupakan makhluk yang
tidak dapat bergerak dan berpindah. Sehingga bila suatu tumbuhan sudah
berada disuatu tempat maka tumbuhan akan menyesuaikan dirinya sehingga tetap dapat
bertahan dalam berbagai terpaan dan cekamana lingkungannya. Untuk menanggapi
segala macam cekaman dan kondisi lingkungan tumbuhan banyak melakukan
penyesuaian penyesuaian dalam tubuhnya. Salah satunya adalah responnya terhadap
perbedaan suhu. Oleh karenya dalam praktikum ini akan dilakukan pengamatan
tentang bagaimana respon tanaman terhadap pengaruh suhu pada fase
perkecambahan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari
peraktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi suhu terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan kecambahan jagung.
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat
Laporan
praktikum ekofisiologi tumbuhan dengan topik “Pengaruh Suhu Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Kecambah
Tanaman jagung” dilakukan pada hari
Rabu, 9 – 23 November 2016. Bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan,
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
2.2. Alat dan Bahan
2.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah:
1.
|
Pipet tetes
|
3 buah
|
2.
|
Botol jar
|
9 buah
|
3.
|
Penggaris
|
3 buah
|
4.
|
Kertas buram/ merang
|
3 lembar
|
5.
|
Alat tulis
|
1 set
|
2.2.2. Bahan
Bahan-Bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah:
1.
|
Biji jagung
|
45 buah
|
2.
|
Aquades
|
500 mL
|
2.3. Langkah Kerja
Langkah kerja
dalam praktikum ini adalah:
1.
Disiapkan alat dan bahan
yang digunakan.
2.
Dipotong kertas merang
sesuai lingkaran botol jam.
3.
Dimasukkan 2 lembar kertas
merang yang telah dipotong di ke dalam botol jam.
4.
Dibasahi kertas merang
dengan aquades 25 mL.
5.
Dimasukkan 5 Biji Jagung ke dalam botol jam.
6.
Ditutup botol jam dengan
plastic dan diikat dengan karet.
7.
Dilakukan langkah 2-6 untuk
tiap ulangan dan tiap perlakuan.
8.
Diinkubasi dalam lemari es
untuk perlakuan suhu 4oC, dan dimasukkan dalam incubator untuk
perlakuan suu 45oC. Serta ditaruh di suu kamar (27oC).
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1. Hasil Data
Pengamatan
Tabel 1. Panjang Akar Kecambah
No
|
Perlakuan suhu
|
Ulangan
|
Panjang akar kecambah ke- (cm)
|
jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||
1
|
4oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
2
|
27oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
45oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
Tabel 2. Panjang Hypokotil Kecambah
No
|
Perlakuan suhu
|
Ulangan
|
Panjang Hipokotil kecambah ke- (cm)
|
jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||
1
|
4oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
2
|
27oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
45oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
Tabel 3. Jumlah Daun Kecambah
No
|
Perlakuan suhu
|
Ulangan
|
Jumlah Daun kecambah ke-
|
jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||
1
|
4oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
2
|
27oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
45oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
Tabel 4. Prosentase kecambah
No
|
Perlakuan suhu
|
Ulangan
|
Panjang akar kecambah ke- (cm)
|
jumlah
|
Rata-rata
|
%BD
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||||
1
|
4oC
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
2
|
27oC
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
45oC
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
||
Tabel 5. Berat Basah Kecambah
No
|
Perlakuan suhu
|
Ulangan
|
Panjang akar kecambah ke- (cm)
|
jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||||
1
|
4oC
|
1
|
0.25
|
0.20
|
0.27
|
0.21
|
0.22
|
1.15
|
0.23
|
2
|
0.25
|
0.19
|
0.25
|
0.16
|
0.25
|
1.1
|
0.22
|
||
3
|
0.28
|
0.21
|
0.18
|
0.22
|
0
|
0.89
|
0.178
|
||
2
|
27oC
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
||
3
|
45oC
|
1
|
0.23
|
0.27
|
0.24
|
0.25
|
0.24
|
1.23
|
0.246
|
2
|
0.23
|
0.3
|
0.29
|
0.28
|
0.29
|
1.39
|
0.278
|
||
3
|
0.26
|
0.26
|
0.28
|
0.26
|
0.28
|
1.34
|
0.268
|
||
3.2. Pembahasan
Praktikum mengenai perngaruh suhu terhadap
perkecambahan dan perkembangan tumbuhan. Objek yang digunakan untuk diketahui
responnya adalah jagung. Parameter yang digunakan dalam praktikum ini adalah
panjang akar, panjang hipokotil, daya berkecambah, jumlah daun dan berat basah.
Yang mana semua parameter tersebut dapat mencerminkan bagaimana suatu tanaman
tersebut merespon cekaman suhu yang diberikan pada tahap awal perkembangannya.
Sebagaimana menurut Sasmitamihardja (1998) salah satu faktor
yang berperan dalam perkecambahan adalah suhu, suhu yang tepat sangat penting
untuk perkecambahan. Biasa biji tidak akan berkecambah pada suhu tertentu yang
spesifik untuk masing-masing spesies.
Hasil yang didapatkan adalah pada
masing-masing perlakua suhu yang diberikan tidak ada perkecambahan atau tidak
terjadi perkecambahan sama sekali. Pada kontrol nya atau yang dikecambahkan
pada suhu ruang juga tidak berkecambah karena bijinya hilang. Shu yang
digunakan dalam perkecambahan ini adalah 4oC, 27oC, dan
45oC. Pada suhu 45 mewakili suhu tinggi, 27oC
mewakili control/suhu kamar dan 4oC mewakili suhu rendah. Menurut
Allakhverdiev (2008) menyatakan bahwa
cekaman suhu tinggi merupakan salah satu ceekaman abiotik yang membatasi
produktivitas. Aktivitas pada
kloroplas sangat sensitif terhadap cekaman suhu panas ini.
Tidak hanya suhu panas, menurut Hatta (2006)
suhu yang terlalu rendah juga
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Perubahan beberapa derajad saja
dapat menyebabkan perubahan yang nyata dalam laju pertumbuhan tanaman. Setiap
spesies dan tanaman mempunyai suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum, dan
maksimum. Laju pertumbuhan tanaman juga sangat rendah bila berada dibawah duhu
minimum, dan diatas suhu maksimum, sedang pada kisaran suhu optimum akan
didapat laju pertumbuhan yang lebih tinggi.
Pada pengamatan berat basah, diketahui bahwa biji
mengalami pertambahan berat, yang artinya sebenarnya biji telah mengalami
imbibisi. Menurut Salisbury (1985) imbibisi merupakan
suatu peristiwa penting dalam proses perkecambahan. Karena dengan masukknya air
kedalam biji dapat mengaktifkan hormon giberelin yang kemudian memicu aktifnya
hormon α dan β amilase yang memecah pati, selanjutnya pati hasil
pemecahan pati tersebut akan digunakan untuk perkembangan embrio.
Pada tahap
perkembangan selanjutnya tidak ada tindak lanjut oleh biji jagung. Yaitu tidak
menunjukkan adanya radikula ataupun plumula. Sehingga dapat dikatakan
perkembangan terhenti hanya sebatas imbbisi saja. Namun bila sudah terjadi
imbibisi berarti sebenarnya telah ada potensi untuk berkembang ke tahap
selanjutnya. Hal ini juga dapat diakibatkan karena kurangnya air pada saat
proses perkecambhana sehingga biji tidak mampu meneruskan perkembangan. Apalagi
pada suhu tinggi terjadi juga penguapan air sehingga air yang didapatkan biji
sangatlah kurang. Menurut Skylas (2002) stres suhu tinggi
dapat diidentifikasi sebagai faktor yang signifikan yang menimbulkan efek pada
saat panen dan kualitas dari beberapa komoditi. Kemudian suhu tinggi disertai
pengairan yang kurang dapat menghambat suplai unsur hara dan menyebabkan
transpirasi tinggi. Selain itu suhu tinggi juga mengakibatkan perkembangan hama
seperti ulat, thrips dan aphods. Suhu tinggi yang disertai kelembapan yang
tinggi akan meningkatkan intensitas serangan bakteri penyebab layu akar serta
perkembangan cedawan lain.
Respon
morfologis yang terjadi pada tumbuhan menurut Maestri (2002) stres panas
menyebabkan penurunan durasi perkembangan fase yang mengarah ke organ yang
lebih sedikit, lebih kecil organ, mempersingkat siklus hidupnya dan menganggu
asimilasi karbon yang sangat signifikan untuk pertumbuhan. Kemudian menurut
Tirta (2012) menurunnya laju
pertumbuhan diduga bukan karena biji mengalami penuaan hal ini kemungkinan
aktivitas enzim pada saat suhu turun terhambat. Begitu juga peningkatan
pertumbuhan diikuti dengan bertambahnya laju pertumbuhan. Jadi tidak terjadinta
perkecambahan dapat diakubatkan karena denaturasi enzim dan kuranya air yang
dibutuhkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, didapatkan kesimpulan bahwa
suhu mempengaruhi proses perkecambahan dan pertumbuhan. Karena dalam proses
perkecambahan tersebut melibatkan enzim yang kerjanya dibatasi dengan suhu.
Apabila suhu optimum maka kerjanya akan optimum, dan bila suhunya diluar batas
optimum maka enzim tidak dapat bekerja secara optimum untuk memecah cadangan
makanan(Karbohidrat). Sehingga embrio tidak mendapatkan energi untuk melkukan
perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Allakhverdiev, S. I. &
Kreslavski, V., 2008. Heat Stress: an Overview of Molecular Responses in
Photosynthesis. Springer, 29(-), pp. 541-542.
Dwijoseputro, D., 1980.
Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
Hatta, M., 2006.
Pengaruh Suhu Air Penyiraman Terhadap Bibit Cabai(Capsicum annum L.). Agrista,
10(3), pp. 136-137.
Maestri, E., Klueva, n.
& Perrotta, C., 2002. Molecular Genetics of Heat Tolerance and Shock
Proteins in Cereals. Plan Molecular Biology, 48(-), pp. 667-668.
Sadjad, S., 1994. Kuantifikasi
Metabolisme Benih. Jakarta: Grafindo.
Salisbury, F. B. &
Ross, C. W., 1985. Plant Physiology. California: Wads Publishing
Company.
Sasmitamihardja, D.
& Siregar, A., 1998. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB
.
skylas, D. J.,
Cordwell, S. J. & Hains, P. G., 2002. Heat Shock of Wheat During Drain
Filling: Proteins Associated whith Heat-tolerance. Journal of Sereal
Science, 35(-), pp. 176-177.
Sutopo, L., 2002. Teknologi
Benih. Jakarta: Grafindo.
Tirta, I. G., 2012.
Pengaruh Suhu dan Kelembapan Terhadap Laju Pertumbuhan Paphiopedilum
javanicum. Widyatech Jurnal Sains dan Teknologi, 3 April, 11(2), pp.
52-53.
